KETERAMPILAN MENULIS KARYA ILMIAH



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Paradigma berpikir rasional dan saintifik pada dasarnya merupakan kerangka pemikiran yang memprioritaskan akal (ratio), logika, serta metode ilmiah dalam memahami realitas. Paradigma ini menolak pendekatan yang semata-mata mengandalkan intuisi, mitos, atau otoritas tanpa bukti.

 

Dalam kerangka epistemologi rasionalisme, pengetahuan dianggap sah bilamana dapat ditunjang oleh argumen logis dan konsistensi internal, sedangkan pendekatan saintifik menambahkan bahwa hipotesis atau gagasan harus diuji melalui data empiris, observasi, eksperimentasi, dan analisis sistematis.

 

Dengan demikian, berpikir rasional dan saintifik bukan hanya soal berpikir kritis, tetapi juga soal disiplin dalam melakukan verifikasi dan falsifikasi gagasan.

 

Dalam paradigma ilmiah, proses berpikir umumnya melibatkan kombinasi induksi dan deduksi: dari observasi empiris ke teori (induksi), dan dari teori ke prediksi atau hipotesis yang dapat diuji (deduksi). Menurut Dunbar & Klahr, berpikir ilmiah mencakup proses seperti pembentukan hipotesis, desain eksperimen, penalaran kausal, pengujian, revisi teori, serta pembentukan konsep-konsep ilmiah.

 

Paradigma rasional-saintifik ini menghendaki bahwa setiap klaim ilmiah terbuka untuk diuji ulang dan dikritik, sehingga ilmiah adalah kegiatan dinamis dan terbuka terhadap revisi.

 

Thomas Kuhn menambahkan perspektif penting tentang paradigma dalam perkembangan ilmu pengetahuan: paradigma ilmiah menjadi kerangka dasar asumsi, nilai, dan metode yang diterima oleh komunitas ilmiah dalam suatu periode.

 

Ketika terjadi fenomena anomalus yang tak lagi mampu dijelaskan oleh paradigma dominan, maka krisis ilmiah dapat muncul dan mendorong pergeseran paradigma (paradigm shift) menuju kerangka baru yang lebih mampu menjelaskan realitas. Hal ini menunjukkan bahwa paradigma berpikir rasional-saintifik bukanlah final atau absolut; ia juga berkembang dan dapat digantikan seiring munculnya bukti baru.

 

Dalam praktik kontemporer, paradigma rasional dan saintifik memiliki implikasi penting di berbagai bidang: sains alam, ilmu sosial, kesehatan, hingga kebijakan publik. Sebagai contoh, paradigma positivisme penelitian (positivism paradigm) menekankan bahwa kenyataan objektif dapat diukur dan dirumuskan melalui metode kuantitatif dan verifikasi empiris. Namun, kritik terhadap positivisme menunjukkan bahwa tak semua aspek realitas manusia dapat sepenuhnya direduksi menjadi angka atau variable, mendorong munculnya paradigma alternatif seperti interpretivisme, konstruktivisme, dan paradigme kritis.

 

Paradigma berpikir rasional-saintifik idealnya mampu bersikap inklusif terhadap metode campuran (mixed methods) atau pendekatan multidisipliner, sehingga reflektif terhadap keterbatasan sendiri dan tetap terbuka terhadap kompleksitas realitas.

 

Dalam karyanya Nizham al-Islam dan Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, An-Nabhani (1909-1977)  mendefinisikan berpikir sebagai proses yang melibatkan empat unsur pokok: realitas (al-wāqi‘), indera (al-hiss), otak (al-dimāgh), dan informasi sebelumnya (al-ma‘lūmāt as-sābiqah).

 

Keempat komponen ini harus hadir secara simultan agar proses berpikir benar-benar terjadi. Artinya, berpikir bukan sekadar aktivitas mental atau imajinatif, melainkan interaksi rasional antara manusia dan realitas yang ditangkap oleh pancaindra dan diolah oleh otak berdasarkan pengetahuan yang sudah ada.

 

Menurut An-Nabhani, tanpa keterhubungan langsung dengan realitas empiris dan informasi yang sahih, seseorang tidak dapat dikatakan “berpikir” secara benar, melainkan hanya “membayangkan” (takhayyul).

 

Pandangan ini menempatkan berpikir sebagai aktivitas rasional-empiris yang memiliki akar epistemologis kuat dalam Islam. Bagi An-Nabhani, berpikir bukan hanya alat untuk memahami dunia, tetapi juga sarana untuk membentuk pandangan hidup (mafāhīm ‘an al-hayāt) yang berlandaskan wahyu.

 

Dengan demikian, berpikir yang benar harus menjadikan akal tunduk pada wahyu, bukan sebaliknya. Inilah keseimbangan antara rasionalitas dan spiritualitas yang menjadi ciri khas pemikiran An-Nabhani: akal berfungsi memahami fakta dan menilai realitas, sementara wahyu menentukan standar benar dan salah.

 

Konsep ini sekaligus menjadi kritik terhadap dualisme Barat yang memisahkan sains dan agama, serta terhadap pendekatan rasional murni tanpa landasan nilai ilahiah. Dengan paradigma berpikir seperti ini, An-Nabhani berusaha mengembalikan posisi akal sebagai sarana memahami hukum Allah dalam kehidupan, bukan sebagai sumber kebenaran absolut yang berdiri sendiri.

 

 

 

 

Memahami Tulisan Ilmiah

 

Menulis ilmiah adalah salah satu kemampuan inti yang harus dimiliki oleh mahasiswa pascasarjana. Kemampuan ini tidak hanya memengaruhi kelulusan tesis atau disertasi, tetapi juga publikasi, reputasi akademik, dan kesempatan karier. Namun, banyak mahasiswa yang menghadapi hambatan dalam menulis secara ilmiah: dari kesulitan menyusun argumen, menggunakan literatur, hingga aspek teknis seperti gaya dan tata bahasa. Beberapa keterampilan penting dalam menulis ilmiah adalah sebagai berikut :

 

Pertama, Penguasaan Metodologi dan Struktur Penelitian. Sebelum menulis, mahasiswa harus memahami metodologi yang digunakan, desain penelitian, cara pengumpulan dan analisis data, serta bagaimana struktur sebuah paper ilmiah: abstrak, pendahuluan, metode, hasil, diskusi, hingga kesimpulan.

 

Tanpa pemahaman struktur ini, tulisan bisa menjadi tidak sistematis. Hal ini ditegaskan dalam penelitian mengenai Postgraduate Students Skills in Scientific and Methodological Writing for Master Thesis, yang menunjuk bahwa keterampilan metodologis termasuk dalam aspek yang penting dalam menulis tesis tingkat lanjutan.

 

Kedua, Kemampuan Mengelola Literatur dan Referensi. Mengutip karya orang lain secara tepat, melakukan review pustaka yang mendalam, dan menggabungkan literatur yang relevan adalah hal yang esensial. Kesalahan dalam manajemen referensi bisa menyebabkan plagiarisme atau kurangnya validitas ilmiah.

 

Sebagai contoh, studi “Improving Students’ Scientific Writing Skills by Using Reference Management” menemukan bahwa penggunaan aplikasi manajemen referensi sangat membantu mahasiswa meningkatkan kualitas sitasi dan organisasi bahan rujukan.

 

Ketiga, Kemampuan Berpikir Kritis dan Analitis. Menulis ilmiah bukan hanya menyampaikan fakta, tetapi juga mengevaluasi literatur yang ada, mengidentifikasi gap penelitian, dan merumuskan argumen secara kritis. Mahasiswa harus mampu menilai kekuatan dan kelemahan dari metode/metodologi, interpretasi data, dan implikasi hasil penelitian.

 

Keempat, Kejelasan, Koherensi, & Koherensi Logis. Penulisan ilmiah harus jelas, ringkas, dan mengikuti alur logis. Transisi antar bagian (misalnya dari pendahuluan ke metode, dari hasil ke diskusi) harus mulus. Pemilihan kalimat dan paragraf harus mendukung pembacaan yang mudah oleh reviewer dan pembaca yang ahli di bidang tersebut. Struktur logis ini sangat dihargai dalam dunia akademik.

 

Kelima, Gaya & Bahasa Akademik. Termasuk di dalamnya penggunaan terminologi yang tepat, penggunaan bahasa baku, gaya penulisan formal, serta kepatuhan terhadap gaya (style) jurnal atau institusi (misalnya APA, MLA, IEEE, atau style spesifik jurnal).

 

Bagi mahasiswa dengan latar belakang nonbahasa Inggris, ini menjadi tantangan tambahan. Sumber seperti Developing strategies to produce better scientific papers: a Recipe for non-native users of English menawarkan strategi untuk penulis yang menggunakan bahasa Inggris bukan sebagai bahasa pertama.

 

Keenam, Revisi dan Umpan Balik (Feedback). Menulis pertama kali biasanya jauh dari sempurna. Revisi berdasarkan umpan balik dari pembimbing, rekan sejawat, atau reviewer penting untuk memperbaiki struktur, argumen, bahasa, dan keakuratan ilmiah.

 

Program intervensi terstruktur seperti yang dilakukan di kalangan mahasiswa biomedis menunjukkan bahwa seminar penulisan dan konferensi satu-satu dengan spesialis penulisan membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas tulisan.

 

Tantangan yang sering dihadapi :

  1. Penundaan dan manajemen waktu. Banyak mahasiswa kesulitan mengalokasikan waktu yang cukup untuk menulis, revisi, dan penelitian literatur.
  2. Ketidakjelasan masalah penelitian. Sulit menentukan gap penelitian atau pertanyaan riset yang cukup spesifik dan relevan.
  3. Keterbatasan literasi akademik dan bahasa. Terutama bagi mereka yang sedang belajar dalam bahasa asing.
  4. Kesulitan dalam analisis data. Memahami statistik, metode kuantitatif atau kualitatif bisa menjadi hambatan besar.
  5. Kurangnya feedback berkualitas. Pembimbing atau reviewer yang tidak memberikan kritik konstruktif bisa membuat proses belajar menjadi kurang maksimal.

 

Strategi meningkatkan keterampilan menulis ilmiah diantaranya adalah sebagai berikut :

 

Pertama, Latihan Menulis Rutin. Semakin sering menulis (artikel pendek, laporan penelitian, review literatur), semakin terasah kemampuan struktur, bahasa, dan alur pemikiran.

 

Kedua, Membaca Banyak Artikel Berkualitas di Bidang Sendiri. Dengan membaca research paper yang sudah diterbitkan di jurnal bereputasi, mahasiswa dapat memahami gaya, argumen, struktur, dan terminologi yang digunakan di bidangnya.

 

Ketiga, Pelatihan & Workshop Penulisan Ilmiah. Mengikuti seminar, kursus, atau workshop yang khusus membahas aspek teknis dan praktis penulisan ilmiah, termasuk manajemen referensi dan teknik menulis untuk publikasi. Contohnya intervensi terstruktur pada mahasiswa biomedis.

 

Keempat, Menggunakan Tools Bantuan. Perangkat seperti aplikasi manajemen referensi (Mendeley, Zotero, EndNote), format template jurnal, software pengolah data dan statistik. Tools grammar dan pengecekan plagiarisme juga bisa membantu.

 

Kelima, Peer Review & Kolaborasi. Bekerja dengan rekan sejawat atau gabung dalam kelompok penulisan agar saling memberi umpan balik. Kolaborasi juga membantu melihat tulisan dari perspektif berbeda.

 

Keenam, Menerapkan Proses Penulisan. Gunakan pendekatan ‘process approach’: mulai dari perencanaan (outline), penulisan draf kasar, revisi, editing bahasa, dan finalisasi. Setiap tahap mendapat perhatian khusus.

 

Ketujuh, Konsultasi dengan Pembimbing atau Mentor yang Berpengalaman. Mentor atau pembimbing yang dapat memberikan umpan balik spesifik, membantu dengan aspek metodologi, dan menuntun dalam proses publikasi.

 

Menulis ilmiah adalah kompetensi yang kompleks dan multidimensional: mencakup kemampuan metodologi, penguasaan literatur, berpikir kritis, kemahiran bahasa dan gaya, serta kejelasan dan kohesi dalam menyampaikan ide.

 

Bagi mahasiswa pascasarjana, mengembangkan keterampilan ini bukan hanya soal menyelesaikan tesis, tetapi juga tentang membentuk diri sebagai peneliti yang produktif dan mampu berkontribusi di dunia akademik secara luas.

 

Dengan latihan terus-menerus, membaca artikel berkualitas, mendapatkan umpan balik konstruktif, serta menggunakan alat bantu dan strategi penulisan yang sistematis, mahasiswa pascasarjana dapat menguasai seni menulis ilmiah.

 

Ke depan, institusi pendidikan tinggi perlu menyediakan dukungan (kursus, workshop, fasilitas editing, dan mentoring) agar mahasiswa memiliki kesempatan optimal untuk berkembang dalam keterampilan ini.

 

Referensi

 

Ahmad, Fathi. “Epistemologi Islam dalam Pemikiran Taqiuddin An-Nabhani.” Jurnal Ilmiah Aqidah dan Filsafat Islam, Vol. 4, No. 2, 2020.

 

An-Nabhani, Taqiuddin. Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah (Jilid I). Beirut: Dar al-Ummah, 1997.

 

An-Nabhani, Taqiuddin. Nizham al-Islam. Beirut: Dar al-Ummah, 2001.

 

Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 2019.

 

Improving Students’ Scientific Writing Skills by Using Reference Management.” Dedikasi PKM, 2024.

 

Osvaldo N. Oliveira Jr., Valtencir Zucolotto, Sandra M. Aluisio. “Developing strategies to produce better scientific papers: a Recipe for non-native users of English.” arXiv.

 

Ruaa Abdul Razzaq Abdul-Fattah. “Postgraduate Students Skills in Scientific and Methodological Writing for Master Thesis.” Al-Adab Journal

 

Susan A. Gardner, Lorena M. Salto, Matt L. Riggs, et al. “Supporting the Writing Productivity of Biomedical Graduate Students: An Integrated, Structured Writing Intervention.” CBE—Life Sciences Education, 2018.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 1160/06/10/25 : 09.49 WIB) 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad