ONE STATE SOLUTION FOR PALESTINE



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Konflik Palestina-Israel telah berlangsung lebih dari 75 tahun, meninggalkan jejak luka yang dalam bagi rakyat Palestina dan dunia Islam secara umum. Upaya damai, perjanjian internasional, resolusi PBB, dan inisiatif diplomatik telah berkali-kali gagal menghentikan penjajahan yang terus berlangsung.

 

Masyarakat dunia menyaksikan kekejaman, perampasan tanah, blokade, dan pembunuhan yang tak kunjung berhenti, bahkan hingga praktek genosida dilakukan entitas yahudi atas rakyat Palestina. Dalam situasi ini, muncul kembali seruan dari sebagian umat Islam akan perlunya pembentukan satu negara Khilafah Islamiyah sebagai solusi tuntas untuk membebaskan Palestina dan melindungi kehormatan kaum Muslimin.

 

Akar Masalah Palestina

 

Untuk memahami solusi, perlu melihat akar masalahnya. Palestina bukan sekadar konflik teritorial atau masalah etnis, tetapi merupakan penjajahan dan pengusiran sistematis terhadap rakyat Palestina sejak berdirinya entitas Zionis Israel pada 1948. Sejak saat itu, Israel secara aktif memperluas wilayahnya melalui kekuatan militer dan dukungan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat.

 

Negara-negara di dunia Islam terbukti gagal memberikan perlindungan berarti terhadap Palestina. Bahkan banyak di antaranya justru menormalisasi hubungan dengan Israel, mengabaikan penderitaan rakyat Palestina. Ini menunjukkan bahwa sistem negara-bangsa (nation-state) yang tersekat-sekat saat ini tidak mampu merespons kezaliman global terhadap umat Islam secara efektif.

 

Termasuk yang terakhir adanya narasi two states solution adalah solusi yang ditawarkan oleh penjajah yahudi, setelah mereka mencaplok 78 tanah milik kaum muslimin ini. Two States Solution, bukan hanya haram hukumnya, tapi sebuah pengkhianatan para pemimpin negeri muslim, jika menyetujuinya.

 

Gagalnya Solusi Internasional dan Diplomatik

 

Upaya internasional seperti "solusi dua negara" atau resolusi Dewan Keamanan PBB hanya menjadi alat penenang, bukan penyelesai masalah. Israel terus melanggar hukum internasional tanpa konsekuensi berarti. Solusi diplomatik cenderung hanya menguntungkan pihak yang lebih kuat secara militer dan politik, bukan pihak yang tertindas. Solusi dua negara Sesungguhnya adalah bentuk kekalahan telak bagi negeri-negeri muslim di dunia. Umat Islam kini berjumlah 2 milyar, namun ironinya tak mampu menghentikan kejahatan entitas yahudi.

 

Padahal dalam sejarah Islam, pembebasan negeri-negeri yang terjajah bukan dilakukan dengan negosiasi kosong, melainkan dengan kekuatan politik dan militer yang bersatu dalam satu kepemimpinan. Inilah yang membuat seruan terhadap Khilafah kembali mencuat, karena umat Islam pernah memiliki institusi politik yang mampu membela kehormatan dan wilayah kaum Muslimin secara menyeluruh.

 

Khilafah, Solusi Sistemik dan Historis

 

Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang menyatukan seluruh umat Islam dalam satu negara (one state) di bawah seorang Khalifah. Ini bukan konsep utopis, tetapi fakta historis yang pernah eksis selama lebih dari 13 abad. Dalam sistem ini, kekuasaan dijalankan berdasarkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh), dan negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi wilayah kaum Muslimin dari segala bentuk penjajahan.

 

Dalam konteks Palestina, Khilafah memiliki posisi strategis dan ideologis untuk membebaskan Al-Quds, sebagaimana yang dilakukan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi pada masa lalu. Khilafah tidak akan membiarkan wilayah umat diinjak-injak oleh penjajah, karena dalam Islam, membebaskan negeri Muslim yang terjajah adalah kewajiban syar’i. Mengapa Khilafah Adalah Solusi Tuntas?

 

Pertama, Persatuan Politik dan Militer. Saat ini, kekuatan umat Islam terpecah dalam lebih dari 50 negara dengan kebijakan luar negeri yang tidak berpihak kepada Islam. Khilafah akan menyatukan kekuatan ini di bawah satu komando, menjadikannya kekuatan global yang disegani.

 

Kedua, Kebijakan Luar Negeri Berdasarkan Aqidah Islam. Negara Khilafah tidak akan tunduk pada tekanan internasional atau lembaga seperti PBB, karena ia berdiri di atas aqidah Islam, bukan kepentingan politik atau ekonomi kapitalis.

 

Ketiga, Mobilisasi Umat dan Jihad yang Terorganisir. Dalam sistem Khilafah, jihad bukan sekadar aksi individual, tetapi kebijakan negara yang dikelola secara strategis dan sah secara syar’i. Dengan kekuatan militer yang terorganisir, Khilafah dapat mengusir penjajah dari Palestina sebagaimana yang terjadi dalam banyak peperangan Islam di masa lalu.

 

Keempat, Perlindungan terhadap Non-Muslim. Khilafah bukan sistem opresif, tetapi justru dikenal dalam sejarahnya melindungi hak-hak non-Muslim yang hidup di bawah naungannya. Ini berbeda dengan Israel yang melakukan diskriminasi sistematis terhadap warga Palestina, baik Muslim maupun Kristen.

 

Palestina tidak akan benar-benar merdeka selama dunia Islam masih terpecah dan sistem sekuler-nasionalis masih menjadi dasar pemerintahan. Solusi diplomatik, resolusi PBB, dan tekanan ekonomi telah terbukti gagal menyelesaikan penjajahan ini. Saatnya umat Islam memikirkan solusi ideologis dan strategis, yaitu dengan membangun kembali Khilafah Islamiyah yang akan menyatukan kekuatan umat dan mengakhiri penjajahan di Palestina secara tuntas.

 

Ini bukan sekadar seruan emosional, tetapi panggilan rasional dan syar’i berdasarkan sejarah, dalil-dalil agama, dan realitas politik global. Hanya dengan Khilafah, umat Islam akan kembali memiliki kehormatan dan kekuatan untuk membela saudara-saudaranya, termasuk rakyat Palestina yang terus menderita di bawah penjajahan.

 

Khilafah adalah ajaran Islam, maka tidaklah pantas seorang muslim menolaknya. Palestina akan benar-benar terbebas dari penjahan, ketiga tegak khilafah dan palestina bagian dari wilayah negara khilafah. Hal ini sebagaimana telah diajarkan oleh para pendahulu umat ini. Tidakkah kita mengambil pelajaran ?

 

Referensi :

 

Abdul Qadim Zallum. Nizham al-Hukm fi al-Islam (Sistem Pemerintahan dalam Islam). Beirut: Dar al-Ummah, 2001

Ali Muhammad al-Shallabi. Shalahuddin al-Ayyubi: Al-Qaid wa al-Fatih al-Mujahid. Beirut: Al-Maktabah al-Asriyyah

Dr. Majid Khadduri. War and Peace in the Law of Islam. Baltimore: Johns Hopkins Press, 1955

Hizb ut-Tahrir. Mafahim Hizb ut-Tahrir (Pemikiran Hizb ut-Tahrir). Beirut: Dar al-Ummah

Ilan Pappé. The Ethnic Cleansing of Palestine. Oxford: Oneworld Publications, 2006

Noam Chomsky & Ilan Pappé. Gaza in Crisis: Reflections on Israel's War Against the Palestinians. Chicago: Haymarket Books, 2010

Rashid Khalidi. The Hundred Years' War on Palestine. New York: Metropolitan Books, 2020

Sayyid Qutb. Fi Zhilal al-Qur’an (Dalam Naungan Al-Qur’an). Beirut: Dar al-Shuruq

Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam (Sistem Islam). Beirut: Dar al-Ummah, 2001

Taqiyuddin an-Nabhani. Muqaddimah ad-Dustur aw al-Asbab al-Mujibah lahu (Mukadimah Konstitusi Khilafah). Beirut: Dar al-Ummah, 2002

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1156/02/10/25 : 10.10 WIB) 


Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad