Oleh : Ahmad Sastra
Sirah Nabi Muhammad ﷺ
bukan sekadar catatan sejarah kehidupan seorang tokoh agung, melainkan sumber
nilai dan pedoman peradaban bagi umat Islam sepanjang masa. Di dalamnya
terkandung prinsip moral, spiritual, sosial, politik, hingga pendidikan yang
membentuk landasan kehidupan Islami yang utuh.
Menurut Syekh Muhammad al-Ghazali dalam Fiqh al-Sirah,
memahami perjalanan hidup Rasulullah berarti memahami bagaimana Islam
diaplikasikan secara nyata dalam berbagai konteks zaman dan tantangan. Generasi
Muslim masa kini dan masa depan yang hidup dalam era globalisasi, krisis moral,
serta disrupsi teknologi membutuhkan teladan integratif seperti Nabi, yang
menyeimbangkan wahyu dan akal, ibadah dan sosial, idealisme dan realitas.
Dengan memahami sirah, generasi muda dapat menemukan
identitas keislaman yang kokoh, berpijak pada sejarah yang otentik namun tetap
adaptif terhadap perubahan zaman.
Selain fungsi spiritual dan moral, sirah Nabi juga
memiliki urgensi strategis dalam pembentukan karakter dan arah dakwah masa
depan. Dr. Yusuf al-Qaradawi dalam Kaifa Nata‘amal ma‘a al-Sirah
al-Nabawiyyah menegaskan bahwa sirah harus dipelajari dengan pendekatan
tarbawi (pendidikan), bukan sekadar historis.
Artinya, kisah perjuangan Rasulullah harus diolah
menjadi inspirasi praktis dalam membangun kepemimpinan, etos kerja, solidaritas
sosial, serta peradaban yang berkeadilan. Di tengah tantangan ideologi
sekularisme dan hedonisme modern, sirah menjadi “kompas nilai” agar generasi
Muslim tidak kehilangan arah dan tetap menjadikan Islam sebagai solusi
kehidupan.
Maka, menghidupkan kembali pembelajaran sirah dalam
kurikulum pendidikan dan dakwah digital adalah investasi peradaban yang amat
penting bagi masa depan umat Islam.
Pelajaran Dari Sejarah Perang Mu’tah
Perang Mu'tah (September 629 M / 1 Jumada al-Awal 8 H)
adalah satu titik penting dalam sejarah awal Islam: pertama kali pasukan Muslim
yang terorganisir berhadapan dengan kekuatan Bizantium dan sekutunya di wilayah
timur Yordania sekarang.
Meskipun sumber-sumber klasik berbeda soal hasil dan
angka, narasi umum mencatat bahwa tiga pemimpin barisan Muslim (Zayd ibn
Haritha, Ja'far ibn Abi Talib, dan Abdullah ibn Rawahah) gugur, dan komando
beralih kepada Khalid ibn al-Walid yang berhasil menyelamatkan sisa pasukan.
Peristiwa ini membentuk citra kepahlawanan dan pengorbanan dalam tradisi Islam
awal.
Dua hal historiografis penting muncul dari kajian
Mu'tah. Pertama, kronik-kronik Muslim (Ibn Ishaq/Ibn Hisham, al-Tabari,
al-Waqidi) menyajikan versi yang menekankan pengorbanan dan martabat, tetapi
angka kekuatan musuh sering dianggap dilebih-lebihkan oleh beberapa penulis
awal; sebaliknya sejarawan modern berusaha menakar ulang ukuran pasukan dan
dampak strategis peristiwa ini.
Kedua, interpretasi atas kemenangan atau kerugian
berfluktuasi, beberapa sumber awal menyebut kekalahan taktis, sementara tradisi
kemudian menekankan aspek moral dan ilahiah dari keberhasilan bertahan hidup
serta nama besar Khalid. Pemahaman historiografis ini penting agar dakwah
modern tidak mengidealkan peristiwa sejarah tanpa analisis kritis.
Dari sisi keagamaan dan moral, Mu'tah memberi
pelajaran kuat tentang pengorbanan, keberanian, dan kesetiaan pada tujuan dakwah.
Para sahabat yang memilih maju meski menghadapi kemungkinan gugur menunjukkan
bahwa dakwah bukan sekadar retorika tetapi juga kesiapan untuk berkorban demi
melindungi komunitas dan memperjuangkan prinsip keadilan.
Nilai-nilai ini relevan dalam membangun keteladanan:
kader dakwah yang konsisten, berani menyuarakan kebenaran, dan mengutamakan
kepentingan umat. Namun penting juga mengambil pelajaran strategis: Mu'tah
mengajarkan perlunya kepemimpinan yang adaptif dan kemampuan manajerial di
medan yang berubah.
Ketika tiga pemimpin utama gugur, transisi
kepemimpinan cepat ke Khalid, seorang komandan yang pragmatis dan
berpengalaman, menghindarkan kehancuran total. Dalam konteks dakwah modern, ini
menegaskan pentingnya pembinaan kepemimpinan (leadership pipeline), pengkaderan
praktis, serta kesiapan institusional untuk menghadapi krisis. Organisasi
dakwah mesti melatih pengganti, mengembangkan struktur delegasi, dan
menginternalisasi budaya pengambilan keputusan yang efektif.
Pelajaran lain yang sering terabaikan adalah etika
konflik dan pembatasannya. Sumber-sumber menunjukkan bahwa meski terlibat
konfrontasi militer, aksi pasukan Nabi tidak bertujuan penjarahan massal atau
kekejaman tanpa target; ada narasi hukuman bagi mereka yang melanggar aturan
perang.
Bagi dakwah kontemporer, hal ini relevan untuk menegaskan
prinsip-prinsip etika, menghindari ujaran kebencian, menolak kekerasan sebagai
sarana dakwah, dan menjaga martabat lawan bicara. Pendekatan demikian
meningkatkan kredibilitas dakwah di ruang publik yang plural.
Aplikasi praktisnya: pertama, materi pelatihan dai dan
aktivis dakwah sebaiknya memasukkan modul sejarah kritis, membedakan antara inspirasi
moral dan fakta historis, agar narasi tidak menjadi mitos yang menyudutkan
akal.
Kedua, pengembangan kepemimpinan dan simulasi krisis
(scenario planning) berguna agar organisasi siap jika terjadi gesekan sosial
atau serangan disinformasi. Ketiga, komunikasi publik harus mencontoh
keseimbangan Mu'tah: tegas pada prinsip tetapi menjunjung etika dan empati saat
berinteraksi dengan masyarakat luas.
Kesimpulannya, Perang Mu'tah lebih dari sekadar
episode militer; ia adalah sumber pelajaran multidimensi: moral, strategis, dan
etik. Mengambil hikmah dari Mu'tah berarti memadukan keberanian spiritual
dengan pragmatisme kepemimpinan dan komitmen etika, kombinasi yang relevan bagi
dakwah yang ingin berpengaruh positif di era modern tanpa mengorbankan prinsip
keagamaan ataupun nilai kemanusiaan universal.
Rujukan
- Al-Tabari, The History of al-Tabari (Tarikh al-Tabari).
- Ibn Ishaq / Ibn Hisham, Sirah Nabi (edisi terjemahan/nota).
- Artikel ensiklopedis dan ringkasan historiografi: Battle of
Mu'tah, Wikipedia (ringkasan bibliografi modern).
- Kajian akademik kontemporer dan analisis taktik: prosiding dan
artikel tentang kepemimpinan militer Khalid bin Walid dan dampak strategis
Mu'tah.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan,
No.1168/12/10/25 : 10.09 WIB)