ANALISIS SAINS ISLAM ATAS PEMIKIRAN STEPHEN HAWKING DALAM A SMOOTH EXIT FROM ETERNAL INFLATION



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Stephen Hawking, fisikawan paling berpengaruh pada abad ke-21, menutup karier intelektualnya dengan sebuah makalah bersama Thomas Hertog berjudul A Smooth Exit from Eternal Inflation (2018). Karya ini sekaligus menjadi “pesan kosmologis terakhir” Hawking kepada dunia ilmiah, terutama kritiknya terhadap model multiverse dan usaha menyusun kerangka teoritis yang masih menyisakan daya prediktif.

 

Dalam makalah tersebut, Hawking berpendapat bahwa model inflasi abadi (eternal inflation) yang populernya melahirkan gagasan multiverse tak terhingga—mengarah pada ketidakpastian epistemik yang serius: teori menjadi tak dapat diuji dan akhirnya kehilangan status ilmiahnya.

 

Di sisi lain, tradisi sains Islam menawarkan kerangka metafisik dan epistemologis yang sangat berbeda dari kerangka materialisme-kuantum yang menjadi dasar kosmologi Hawking. Sains Islam bertumpu pada konsep tauhid, penciptaan yang terarah (khalaqahu faqaddarahu), keteraturan kosmos (mīzān), dan keterlibatan kehendak Tuhan dalam memunculkan hukum-hukum alam.

 

Maka, membaca karya terakhir Hawking melalui perspektif sains Islam membuka diskusi menarik tentang bagaimana manusia memahami asal-usul alam semesta, batas-batas pengetahuan ilmiah, serta hubungan antara kosmos yang teratur dan Sang Pencipta.

 

Artikel ini menyajikan analisis ilmiah-populer yang menempatkan pemikiran Hawking dalam dialog konstruktif dengan prinsip-prinsip epistemologis Islam, sekaligus menyoroti bagaimana A Smooth Exit from Eternal Inflation justru secara tidak langsung mengafirmasi beberapa konsep kunci dalam sains Islam kontemporer.

 

Makalah terakhir Hawking berfokus pada kritik terhadap model inflasi abadi, yaitu kondisi ketika alam semesta terus mengalami ekspansi eksponensial di berbagai wilayah sehingga melahirkan beragam semesta gelembung (bubble universes). Model ini populer dalam kosmologi modern karena dianggap dapat menjelaskan hal-hal seperti konstanta kosmologis, variasi parameter fisika, hingga asal mula struktur kosmos.

 

Namun, bagi Hawking, masalah utamanya adalah: Pertama, Inflasi abadi menghasilkan multiverse tak terhingga, sehingga hukum fisika dapat berbeda secara ekstrem di tiap “gelembung”. Kedua, Jika segala sesuatu mungkin terjadi, kosmologi kehilangan kekuatan prediktif. Ketiga, Sains menjadi tidak falsifiable, sebab tidak ada observasi yang bisa membatasi teori.

 

Untuk mengatasi ini, Hawking mengusulkan pendekatan baru berbasis teori holografik dan revisi dari no-boundary proposal—gagasannya tentang kondisi awal semesta tanpa singularitas. Dengan pendekatan ini, inflasi tidak berlangsung tak terhingga dan berakhir secara “halus” (smooth), menghasilkan alam semesta dengan struktur yang lebih teratur dan hukum fisika yang dapat dijelaskan secara konsisten.

 

Seperti banyak fisikawan kosmologis modern, Hawking menempatkan hukum fisika sebagai entitas impersonal yang mengatur perilaku alam semesta. Dengan kata lain, keteraturan tidak berasal dari kehendak atau akal transenden, tetapi dari struktur matematika yang inheren pada realitas fisik.

 

Paradigma Hawking dapat diringkas sebagai berikut: Pertama, Alam semesta tidak dirancang, tetapi muncul dari hukum alam tanpa sebab final. Kedua, Alam semesta tidak diciptakan melalui kehendak cerdas, tetapi melalui mekanisme kuantum awal yang dapat dijelaskan secara matematis. Ketiga, Setiap struktur kosmos dapat ditelusuri ke interaksi energi, ruang-waktu, dan fluktuasi kuantum.

 

Dalam banyak kesempatan, Hawking bahkan mengekspresikan gagasan bahwa alam semesta “dapat menciptakan dirinya sendiri” melalui keberadaan hukum alam seperti gravitasi dan mekanika kuantum. Pandangan ini berakar pada naturalisme ilmiah, yaitu asumsi bahwa fenomena alam harus dijelaskan sepenuhnya oleh hukum-hukum alam tanpa melibatkan entitas metafisik.

 

Namun secara ironis, dalam A Smooth Exit from Eternal Inflation, Hawking justru kembali menekankan pentingnya: (1) kesederhanaan kosmos, (2) keteraturan hukum alam, dan (3) struktur awal semesta yang terdefinisi dengan baik. Ketiga hal ini sangat dekat dengan konsep kosmologi Islam klasik.

 

Sains Islam: Kosmos Teratur sebagai Manifestasi Tauhid

 

Dalam epistemologi Islam, alam semesta bukanlah entitas acak atau hasil dari probabilitas kuantum, melainkan ciptaan yang berada dalam tadbīr Ilahi—pengaturan Tuhan yang bijaksana. Banyak ayat Al-Qur’an menegaskan: Pertama, Alam diciptakan bi al-haqq (dengan kebenaran dan tujuan). Kedua, Alam berjalan menurut mīzān (timbangan/keseimbangan). Ketiga, Tidak ada satu pun fenomena kosmik yang tanpa perintah atau kehendak Allah.

Konsep-konsep ini menjadi pondasi bagi tradisi sains Islam yang dikembangkan tokoh-tokoh seperti: Al-Biruni yang menjelaskan bahwa alam sebagai entitas teratur yang dapat dipelajari karena merupakan ciptaan Tuhan. Sedangkan Ibn Sina menegaskan bahwa kosmos sebagai sistem rasional yang ditopang akal aktif.


Al-Ghazali memberikan penjelasan bahwa hubungan sebab-akibat bukan otomatis, tetapi berlangsung karena kehendak Tuhan yang konsisten. Sedangkan Fazlur Rahman, Seyyed Hossein Nasr, Ismail Al-Faruqi, Al-Attas (kontemporer) menulis bahwa sains harus mencerminkan tauhid dan keteraturan kosmik sebagai manifestasi kehendak Tuhan.

 

Dalam kerangka Islam,  alam semesta tidak acak. Alam tidak tak terhingga dalam variasi hukum-hukumnya. Kosmos memiliki kesatuan hukum yang konsisten, karena berasal dari Sang Pencipta alam semesta, Allah SWT. Maka perhatian Hawking terhadap keteraturan struktural alam semesta memiliki kedekatan implisit dengan konsep tauhid dalam sains Islam.

 

Menarik bahwa A Smooth Exit from Eternal Inflation pada intinya menolak multiverse tanpa batas dan menegaskan bahwa: (1) Alam semesta memiliki struktur yang lebih sederhana daripada dugaan teori multiverse ekstrem. (2) Keteraturan kosmos tidak bisa dianggap sebagai hasil sampingan dari probabilitas tak terhingga. (30 Hukum fisika lebih stabil dan lebih universal daripada prediksi model inflasi abadi.

 

Jika dilihat dari perspektif Islam, ketiga kesimpulan itu sejalan dengan prinsip tauhid: (1) Kesatuan kosmos yang sumbernya tunggal. Konsistensi hukum alam merupakan kehendak Allah yang berulang dan stabil. Keteraturan awal semesta sebagai penciptaan yang disengaja, bukan spontan. Sains Islam tidak menolak teori fisika modern, tetapi menempatkannya dalam fondasi metafisik yang lebih kuat: hukum alam bukanlah entitas otonom, tetapi manifestasi dari Sunatullah.

 

Titik Perbedaannya bahwa Sains Islam Mengakui Metafisika, Hawking Menghindarinya. Meski ada beberapa titik temu, terdapat perbedaan fundamental.  Pertama,  Asal-usul hukum alam. Hawking meyajini bahwa hukum alam bersifat impersonal dan muncul begitu saja. Sementara dalam sians Islam menegaskan bahwa hukum alam bersumber pada Allah dan tidak mungkin muncul tanpa kehendak-Nya.

 

Kedua, Perbedaan lainnya terkait kebermaknaan kosmos. Hawking mengatakan bahwa kosmos tidak memiliki tujuan; ia hanya ada dan berkembang. Sementara sanis Islam menegaskan bahwa kosmos penuh tujuan, menjadi tanda-tanda (āyāt) bagi manusia untuk mengenal Pencipta.

 

Ketiga, terkait batas pengetahuan ilmiah. Hawkingmenegaskan dalam prinsipnya, sains dapat menjelaskan seluruh realitas fisik. Sementara sains Islam menekankan bahwa sains menjelaskan aspek empiris, tetapi realitas memiliki lapisan metafisik yang tak dapat dicapai sains.

 

Keempat, tentang peran penciptaan dimana Hawking mengatakan hahwa alam semesta “dapat menciptakan dirinya sendiri” melalui hukum kuantum. Sedangkan saisn Islam meyakini bahwa tidak ada entitas yang menciptakan dirinya sendiri; keberadaan membutuhkan sebab final.

 

Namun dalam makalah terakhirnya, Hawking justru sedikit menjauh dari naturalisme ekstrem. Usahanya “menghapus multiverse tak terhingga” agar kosmologi tetap prediktif sebenarnya menunjukkan bahwa: (1) Ia lebih memercayai keteraturan daripada chaos, (2) Lebih memercayai hukum universal daripada peluang yang tak terhingga, (3) Lebih memercayai kesatuan realitas daripada fragmentasi tak terbatas. Inilah wilayah yang sangat dekat dengan kosmologi Islam.

 

Implikasi terhadap Kosmologi Modern

 

Makalah Hawking memiliki dampak penting bagi ilmu kosmologi saat ini: pertama, Menghidupkan kembali perdebatan tentang batas teori ilmiah. Dengan menolak multiverse tak terhingga, Hawking menantang kecenderungan sebagian kosmolog yang menjadikan multiverse sebagai “tempat sampah teoritis” untuk menyelesaikan anomali fisika.

 

Kedua, Mendorong pencarian model kosmos yang lebih sederhana. Hawking menggunakan prinsip kesederhanaan (Occam’s razor)—sejalan dengan konsep tauhid al-af‘āl dalam teologi Islam. Ketiga, Mendekatkan kosmologi pada prinsip keteraturan struktural. Sesuatu yang juga sangat fundamental dalam sains Islam.

 

Keempat, Membuka ruang dialog antara sains dan agama. Paradigma Hawking yang baru menunjukkan bahwa bahkan fisika paling maju pun akhirnya kembali mengakui keteraturan objektif alam semesta—hal yang sejak lama ditegaskan agama-agama monoteistik, termasuk Islam.

 

Sintesis Sains Islam: Kosmos Teratur, Penciptaan, dan Hukum Alam

 

Dari perspektif sains Islam, A Smooth Exit from Eternal Inflation dapat dimaknai sebagai penegasan ulang bahwa: (1) Alam semesta tidak berasal dari kekacauan absolut. (2) Kesatuan hukum adalah indikasi kesatuan sumber hukum. (3) Tatanan kosmos mengisyaratkan desain intelektual, bukan probabilitas belaka. (4) Penciptaan adalah peristiwa metafisik yang dapat meninggalkan tanda-tanda fisik—misalnya keteraturan awal semesta.

 

Dengan demikian, analisis Islam atas pemikiran Hawking tidak menolak sains modern, tetapi memperluasnya melalui fondasi metafisik tauhid yang selama ini hilang dalam kosmologi naturalistik.

 

Karya terakhir Stephen Hawking, A Smooth Exit from Eternal Inflation, membuka kembali diskusi mendalam tentang batas teori kosmologi, keteraturan hukum alam, dan asal-usul alam semesta.

 

Dari perspektif sains Islam, makalah ini memiliki dua implikasi utama: pertama, Secara positif, Hawking menegaskan kembali keteraturan kosmos dan kesatuan hukum fisika, sesuatu yang sangat harmonis dengan prinsip tauhid. Dengan menolak multiverse tak terhingga, Hawking secara tidak langsung mengafirmasi pandangan bahwa alam semesta berdiri di atas struktur teratur, bukan chaos probabilistik.

 

Kedua, Secara kritis, Hawking masih bertahan pada naturalisme yang meniadakan peran penciptaan. Sains Islam menilai bahwa keteraturan kosmos tidak cukup dijelaskan oleh mekanika kuantum; ia memerlukan dasar metafisik berupa kehendak dan kebijaksanaan Allah SWT.

 

Singkatnya, karya terakhir Hawking justru memperluas peluang dialog antara kosmologi modern dan teologi Islam. Di satu sisi, Hawking memperjuangkan prinsip keteraturan ilmiah; di sisi lain, Islam memberikan fondasi filosofis bagi keteraturan itu. Dua pendekatan ini dapat bertemu dalam kerangka sains yang lebih utuh—sains yang mengakui data empiris tetapi juga membuka diri pada realitas metafisik yang memberi makna pada keteraturan kosmos itu sendiri.

 

REFERENSI

 

Al-Attas, S. M. N. (1993). Islam and secularism. International Institute of Islamic Thought.

Berkey, J. (1992). The transmission of knowledge in medieval Cairo. Princeton University Press.

Boyle, H. (2004). Educational reform in the Arab world: Islam’s impact on education. International Journal of Educational Development, 24(1), 5–15.

Hitti, P. K. (2002). History of the Arabs. Palgrave Macmillan.

Makdisi, G. (1981). The rise of colleges: Institutions of learning in Islam and the West. Edinburgh University Press.

Monawwir, A. W. (2008). Ensiklopedi pendidikan Islam. PT Ichtiar Baru Van Hoeve.

Pedersen, J. (1984). The Arabic book. Princeton University Press.

Rahman, F. (1982). Islam and modernity: Transformation of an intellectual tradition. University of Chicago Press.

Rosenthal, F. (1970). Knowledge triumphant: The concept of knowledge in medieval Islam. Brill.

Sonbol, A. E.-A. (1995). The creation of a child: Islamic law and society. Syracuse University Press.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1180/17/11/25 : 12.31 WIB) 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad