MENYOAL TREN FREQUENCY BILLIONERE



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Selama beberapa tahun terakhir, konsep frequency billionaire atau “miliarder frekuensi” ramai dibicarakan di berbagai platform motivasi. Paham ini berpijak pada gagasan bahwa frekuensi energi pikiran manusia dapat menarik realitas tertentu.

 

Semakin tinggi “frekuensi” seseorang yang dipahami sebagai getaran energi mental atau emosional, maka semakin besar peluangnya menarik kekayaan, kesehatan, dan keberuntungan. Di balik popularitasnya, konsep ini tidak hanya menjadi fenomena sosial-psikologis, tetapi juga menimbulkan problem teologis dan epistemologis serius dalam perspektif Islam.

 

Paham frequency billionaire bertumpu pada klaim bahwa alam semesta beroperasi melalui getaran energi kosmik, dan pikiran manusia mampu memodulasinya untuk menciptakan realitas. Ajaran ini mirip dengan Law of Attraction (The Secret) yang menyatakan bahwa “energi pikiran menarik energi serupa”. Klaim ini tidak memiliki dasar ilmiah yang kredibel; konsep “frekuensi pikiran” dalam arti literal tidak ditemukan dalam fisika modern.

 

Dari perspektif epistemologi Islam, sumber pengetahuan (ma‘rifah) yang sah adalah wahyu, akal, dan pengalaman indrawi—dalam kerangka tauhid. Gagasan frequency billionaire memindahkan penentu nasib dari Allah kepada mekanisme energi impersonal. Ini menggeser aspek ketuhanan menuju semi-panteisme fungsional.

 

Islam tidak menafikan hubungan antara kondisi batin dengan perilaku lahiriah, namun tidak pernah menjadikan “frekuensi energi” sebagai penentu datangnya rezeki. Yang ditegaskan justru adalah hubungan antara ketaatan, takwa, dan kerja keras sebagai sebab dibukanya pintu rezeki.

 

Allah berfirman dalam QS. Al-A‘raf 7:96 : “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”

 

Menurut Ibn Kathir, ayat ini menjelaskan bahwa keberkahan datang bukan dari frekuensi mental, melainkan dari iman dan ketakwaan sebagai sebab spiritual yang ditetapkan Allah. Allah “membukakan pintu kebaikan” karena ketaatan, bukan karena resonansi energi pikiran.

 

Allah juga berfirman dalam QS. An-Nahl 16:97 : “Siapa yang beramal saleh, laki-laki atau perempuan, sedang ia beriman, maka Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik.”

 

Al-Qurtubi menjelaskan bahwa hayatan tayyibah (kehidupan yang baik) dapat berupa rezeki halal, hati yang lapang, serta kecukupan yang diberi Allah. Ayat ini sangat jauh dari konsep vibrational energy yang didakwahkan para motivator modern; rezeki dipahami sebagai pemberian Allah, bukan hasil memanipulasi frekuensi kosmik.

 

Paham frequency billionaire mengandung unsur syirik halus. Ia menyatakan bahwa energi alam “secara otomatis” merespons vibrasi pikir manusia. Dalam Islam, tidak ada entitas yang bekerja otomatis tanpa izin Allah.

 

Allah menegaskan dalam QS. Fāṭir 35:2 : “Apa saja rahmat yang Allah bukakan kepada manusia, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya.”

 

Ibn Kathir menjelaskan: segala pemberian, termasuk rezeki, murni berasal dari keputusan Allah, bukan dari hukum energi. Ayat ini membatalkan asumsi bahwa alam bekerja secara netral tanpa campur tangan Allah.

 

Nabi memberikan kerangka yang jelas tentang bagaimana rezeki terbuka.  Hadis riwayat Tirmidzi : “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung; ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar lalu pulang dalam keadaan kenyang.”

 

Hadis ini mengajarkan tiga prinsip yang absen dalam paham frequency billionaire: Tawakal (dimensi teologis), Usaha konkret (dimensi kausalitas) dan Rezeki sebagai pemberian Allah (dimensi ketuhanan). Tidak ada gagasan bahwa burung “mengangkat frekuensinya”; ia bergerak, bekerja, lalu Allah memberi.

 

Dalam Islam, doa adalah bentuk komunikasi vertikal antara hamba dengan Allah. Dalam paham frequency billionaire, doa digantikan dengan “afirmasi” yang diyakini dapat mengguncang medan energi semesta untuk mendatangkan kekayaan. Allah berfirman dalam QS. Ghafir 40:60 : “Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya.”

 

Al-Qurtubi menegaskan bahwa ayat ini merupakan janji ilahi tentang kedekatan Allah dengan hamba-hamba-Nya, bukan mekanisme resonansi energi. Afirmasi mental yang diulang-ulang tanpa orientasi tauhid tidak termasuk kategori doa.

Paham frequency billionaire menjadikan kemiskinan sebagai “kesalahan frekuensi diri”, sehingga kemiskinan dipandang sebagai kegagalan mental, bukan ketidakadilan struktural. Ini menimbulkan problem etika yang serius.

 

Allah berfirman dalam QS. An-Nisa’ 4:58 tentang keadilan sebagai kewajiban pemimpin “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian menunaikan amanah… dan menetapkan hukum dengan adil.”

 

Ibn Kathir menjelaskan bahwa pemimpin wajib mengelola keadilan dan memberikan hak kepada rakyat. Ini sangat berbeda dari paham frequency billionaire yang memindahkan utuh beban kemiskinan kepada individu.

 

Allah berfirman dalam QS. Al-Ma’idah 5:8, tentang Perintah berlaku adil : “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” Al-Qurtubi menekankan bahwa keadilan adalah instrumen sosial untuk menjaga keseimbangan masyarakat. Ini mengkritik ide bahwa keberhasilan semata-mata akibat frekuensi pikiran personal; keadilan sosial dan kebijakan negara juga faktor penting dalam kesejahteraan.

 

Ajaran frequency billionaire sering menyatakan bahwa orang miskin miskin karena “frekuensi rendah”. Islam menolak keras wacana menyalahkan korban. Sementara Allah berfirman dalam QS. Al-Balad 90:12–16 : “Tahukah kamu apa jalan yang mendaki itu? (yaitu) membebaskan budak, memberi makan pada hari kelaparan.”

 

Ibn Kathir menegaskan bahwa ayat ini memerintahkan solidaritas sosial, bukan menyalahkan orang miskin. Kemiskinan harus diatasi melalui struktur keadilan, bukan penghakiman moral atas energi mental seseorang.

 

Islam mengajarkan optimisme (ḥusn al-ẓann), kerja keras, doa, dan tawakal sebagai formula hidup. Optimisme tidak sama dengan mengirim frekuensi ke alam semesta. Ia adalah bentuk keyakinan kepada rahmat Allah.

 

Rasulullah bersabda : “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan jalan keluar.” (HR. Tirmidzi)

 

Ibn Kathir ketika menafsirkan QS. At-Thalaq 65:2–3 menegaskan bahwa Allah menjamin rezeki bagi orang bertakwa dengan cara yang tidak disangka-sangka,
min ḥaythu lā yaḥtasib*—bukan karena memainkan hukum energi kosmik.

 

Dengan demikian, paham Frequency Billionaire Tidak Selaras dengan Islam, karena (1) Tidak berdasar wahyu, nalar ilmiah, maupun tradisi Islam. (2) Mengandung unsur mistisisme energi yang mendekati syirik rububiyah. (3) Menimbulkan individualisme toksik dengan menyalahkan orang miskin. (4) Mengabaikan keadilan sosial, padahal Islam sangat menekankan maqāṣid syariah. (5) Menggantikan hubungan hamba–Tuhan dengan mekanisme energi impersonal.

 

Islam memberikan kerangka alternatif yang jauh lebih kokoh: Tauhid, usaha, doa, tawakal, keadilan sosial dan rezeki halal. Inilah fondasi yang benar, bukan getaran energi tanpa dasar.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1181/17/11/25 : 20.40 WIB)

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad