KAPITALISME SEKULER SEBAGAI BENCANA NASIONAL



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Abstrak

 

Artikel ini bertujuan menganalisis secara kritis dampak penerapan ideologi kapitalisme sekuler terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, meliputi aspek sosiologis, ekologis, ekonomis, budaya, psikologis, dan politik. Kapitalisme sekuler dipahami sebagai sistem ekonomi-politik yang menempatkan rasionalitas pasar dan akumulasi keuntungan material sebagai orientasi utama, terlepas dari nilai-nilai moral dan transendental.

 

Melalui pendekatan kualitatif-deskriptif berbasis studi pustaka terhadap karya-karya klasik dan kontemporer dalam bidang ekonomi politik, sosiologi, dan ekologi kritis, artikel ini menunjukkan bahwa kerusakan yang ditimbulkan bersifat struktural dan sistemik.

 

Kapitalisme sekuler mendorong fragmentasi sosial, ketimpangan ekonomi, degradasi lingkungan, komodifikasi budaya, serta krisis psikologis dan makna hidup. Temuan kajian ini menegaskan perlunya paradigma alternatif yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan manusia secara holistik.

 

Kata kunci: kapitalisme sekuler, ketimpangan sosial, krisis ekologis, komodifikasi budaya, alienasi

 

Pendahuluan

 

Kapitalisme merupakan sistem ekonomi dominan yang membentuk tata kehidupan global modern. Dalam perkembangannya, kapitalisme tidak hanya berfungsi sebagai mekanisme ekonomi, tetapi juga sebagai ideologi yang memengaruhi cara pandang manusia terhadap kerja, kekayaan, alam, dan relasi sosial.

 

Ketika kapitalisme dipraktikkan dalam kerangka sekuler yakni terlepas dari nilai-nilai moral dan spiritual, ia cenderung memosisikan keuntungan material sebagai tujuan tertinggi pembangunan. Kondisi ini menimbulkan berbagai persoalan multidimensional yang tidak dapat dipahami semata-mata sebagai kegagalan individual, melainkan sebagai konsekuensi sistemik.

 

Berbagai krisis global kontemporer, seperti ketimpangan ekonomi, kerusakan lingkungan, dan krisis kesehatan mental, sering kali berkorelasi erat dengan logika kapitalisme sekuler. Oleh karena itu, kajian kritis terhadap dampak kapitalisme sekuler menjadi penting untuk menjelaskan bagaimana sistem ini membentuk dan sekaligus merusak tatanan sosial secara luas.

 

Dampak Multi Dimensi Kapitalisme

 

Dalam perspektif sosiologi kritis, kapitalisme sekuler mendorong atomisasi individu dan melemahkan solidaritas sosial. Karl Polanyi (2001) menjelaskan bahwa ketika pasar dibiarkan mengatur seluruh aspek kehidupan, masyarakat akan mengalami dislokasi sosial karena relasi antarmanusia direduksi menjadi relasi ekonomi semata. Ikatan sosial berbasis nilai, tradisi, dan tanggung jawab kolektif tergantikan oleh hubungan transaksional.

 

Akibatnya, masyarakat menjadi lebih rentan terhadap konflik sosial, marginalisasi kelompok lemah, dan menurunnya rasa kepercayaan publik. Negara pun kerap kehilangan peran sebagai penjaga kepentingan bersama karena tunduk pada kepentingan modal.

 

Secara ekonomis, kapitalisme sekuler terbukti menghasilkan pertumbuhan yang tidak merata. Piketty (2014) menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, tingkat pengembalian modal cenderung lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi, sehingga kekayaan terkonsentrasi pada segelintir elite pemilik modal. Ketimpangan ini bukan anomali, melainkan karakter inheren dari sistem kapitalisme.

 

Ketimpangan ekonomi berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat luas, meningkatnya kemiskinan struktural, serta ketidakstabilan sosial-politik. Dalam kondisi ini, keadilan distributif semakin sulit diwujudkan.

 

Logika pertumbuhan tanpa batas dalam kapitalisme sekuler bertentangan dengan realitas keterbatasan sumber daya alam. Naomi Klein (2014) menegaskan bahwa krisis iklim global merupakan hasil langsung dari sistem ekonomi yang mengabaikan batas ekologis demi akumulasi keuntungan. Alam diposisikan semata sebagai komoditas, bukan sebagai amanah yang harus dijaga keberlanjutannya.

 

Eksploitasi berlebihan menyebabkan deforestasi, pencemaran, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Kerusakan ekologis ini pada akhirnya kembali menghantam manusia, terutama kelompok miskin yang paling rentan terhadap dampak lingkungan.

 

Dalam ranah budaya, kapitalisme sekuler mendorong komodifikasi nilai, simbol, dan tradisi. Ritzer (2011) melalui konsep McDonaldization menjelaskan bagaimana rasionalisasi dan standarisasi pasar merambah kehidupan sosial dan budaya. Budaya lokal direduksi menjadi produk konsumsi yang kehilangan makna substantif.

 

Proses ini menghasilkan homogenisasi budaya global yang mengikis identitas lokal dan kearifan tradisional. Budaya tidak lagi berfungsi sebagai penuntun moral, melainkan sebagai alat promosi dan konsumsi massal.

 

Dari sisi psikologis, kapitalisme sekuler melahirkan alienasi manusia dari dirinya sendiri, pekerjaannya, dan komunitasnya. Individu dinilai berdasarkan produktivitas dan daya beli, bukan martabat kemanusiaannya. Kondisi ini memicu stres, kecemasan, depresi, dan krisis makna hidup.

 

Wilkinson dan Pickett (2010) menunjukkan bahwa masyarakat dengan tingkat ketimpangan tinggi cenderung mengalami masalah kesehatan mental yang lebih serius. Dengan demikian, krisis psikologis tidak dapat dilepaskan dari struktur sosial-ekonomi yang timpang.

 

Kapitalisme sekuler juga memengaruhi ranah politik dan etika publik. Harvey (2005) menjelaskan bahwa neoliberalisme mendorong privatisasi, deregulasi, dan komersialisasi kebijakan publik. Akibatnya, kepentingan rakyat sering kali dikalahkan oleh kepentingan pasar dan korporasi.

 

Dalam kerangka etika, kapitalisme sekuler gagal memberikan landasan moral yang kuat untuk mengatur distribusi keadilan dan perlindungan terhadap yang lemah.

 

Status Bencana Nasional dan Alternatif Solusi

 

Kajian ini menegaskan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh penerapan ideologi kapitalisme sekuler bersifat multidimensional dan sistemik, bukan sekadar dampak sampingan yang terpisah-pisah.

 

Ideologi ini bekerja melalui logika pasar yang menembus seluruh aspek kehidupan, sehingga membentuk struktur sosial, ekonomi, dan budaya yang timpang sejak level kebijakan hingga praktik keseharian.

 

Fragmentasi sosial, melemahnya solidaritas, serta reduksi relasi antarmanusia menjadi hubungan transaksional merupakan konsekuensi langsung dari dominasi rasionalitas ekonomi atas nilai-nilai kemanusiaan dan etika publik.

 

Dari sisi ekonomi dan ekologis, kapitalisme sekuler melahirkan ketimpangan struktural dan krisis lingkungan yang saling berkaitan. Akumulasi kekayaan pada segelintir elite berlangsung seiring dengan eksploitasi sumber daya alam secara masif dan tidak berkelanjutan.

 

Alam diposisikan sebagai komoditas yang dieksploitasi demi pertumbuhan, bukan sebagai amanah yang harus dijaga. Akibatnya, negara menghadapi kerusakan ekologis jangka panjang, meningkatnya kemiskinan struktural, serta beban sosial yang terus diwariskan kepada generasi berikutnya.

 

Sementara itu, pada dimensi budaya dan psikologis, kapitalisme sekuler mendorong komodifikasi nilai, makna, dan identitas. Budaya direduksi menjadi produk konsumsi, sementara manusia dinilai berdasarkan produktivitas dan daya belinya.

 

Kondisi ini memicu alienasi, krisis makna hidup, serta meningkatnya gangguan kesehatan mental. Dengan skala dan dampaknya yang luas, sistemik, dan berkelanjutan, kapitalisme sekuler layak dipandang sebagai bencana nasional bagi negara yang menerapkannya, karena secara perlahan merusak fondasi sosial, moral, dan ekologis bangsa.

 

Oleh karena itu, diperlukan paradigma pembangunan alternatif yang tidak semata-mata berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi menempatkan keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan manusia secara holistik sebagai tujuan utama. Dalam konteks ini, penerapan sistem Islam menawarkan kerangka ideologis dan normatif yang integral, yang menyatukan dimensi ekonomi, sosial, politik, dan spiritual.

 

Sistem Islam memandang manusia sebagai khalifah di bumi, menempatkan harta sebagai amanah, serta menjadikan keadilan dan kemaslahatan umum sebagai prinsip dasar pembangunan, sehingga mampu menjadi alternatif fundamental atas kegagalan kapitalisme sekuler.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

A. Gaya Chicago Manual of Style (Notes & Bibliography)

Harvey, David. A Brief History of Neoliberalism. Oxford: Oxford University Press, 2005.

Klein, Naomi. This Changes Everything: Capitalism vs. the Climate. New York: Simon & Schuster, 2014.

Piketty, Thomas. Capital in the Twenty-First Century. Translated by Arthur Goldhammer. Cambridge, MA: Harvard University Press, 2014.

Polanyi, Karl. The Great Transformation: The Political and Economic Origins of Our Time. Boston: Beacon Press, 2001. First published 1944.

Ritzer, George. The McDonaldization of Society. 6th ed. Los Angeles: Pine Forge Press, 2011.

Wilkinson, Richard G., and Kate Pickett. The Spirit Level: Why Greater Equality Makes Societies Stronger. London: Bloomsbury Press, 2010.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1206/16/12/25 : 04.53 WIB) 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad