KEHANCURAN NEGERI SABA’ DAN KESOMBONGAN YANG MEMBATU



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Sejarah adalah guru terbaik bagi manusia. Dalam tradisi Islam, Allah SWT mengabadikan kisah umat-umat terdahulu di dalam Al-Qur’an sebagai pelajaran (ibrah) bagi generasi berikutnya. Salah satu kisah yang paling menakjubkan adalah kisah kaum Saba’ (Sheba), sebuah peradaban kuno yang hidup makmur namun kemudian hancur karena kesombongan, penolakan terhadap perintah Allah, serta lupa bersyukur atas nikmat yang diberikan.

 

Kisah ini disebutkan secara eksplisit dalam Surah Saba’ (QS. 34:15-17) sebagai peringatan abadi. Allah berfirman : (15) Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".

 

(16) Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (17) Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.

 

 “Saba’” merupakan nama sebuah kerajaan besar di Yaman yang dikenal dalam sejarah dunia sebagai Kerajaan Saba (Sheba). Secara arkeologis, kerajaan ini adalah bagian dari peradaban Arab Selatan kuno yang eksis sejak sekitar abad ke-1.000 hingga 275 SM di wilayah Yaman saat ini. Dalam tradisi Islam, mereka disebut sebagai kaum yang diberikan kekayaan, tanah subur, bendungan yang megah, serta budaya yang maju. Mereka menempati negeri yang disebut baldatun thayyibatun, negeri yang baik dan penuh keberkahan.

 

Kesombongan Kepemimpinan dan Lupa Syukur

 

Kemakmuran Sebagai Nikmat Allah yang tidak disyukuri oleh kaum Saba, sebaliknya mereka malah semakin kufur, sombong dan mengingkari dakwah Islam para nabi. Para pendakwah justru mereka abaikan, remeskan dan bahkan dikriminalisasi.  Allah SWT berfirman tentang Saba’:

 

“Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda kekuasaan Tuhan mereka di tempat kediaman mereka: dua kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. Makanlah rezeki dari Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya…” (QS. Saba’ 34:15)

 

Ayat ini menunjukkan bahwa kemakmuran Saba’ bukan semata hasil usaha manusia, tetapi anugerah Allah SWT yang seharusnya disyukuri dan dipergunakan untuk kebaikan bersama. Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa nikmat itu disediakan agar kaum Saba’ mengakui keesaan Allah, bersyukur, dan menjalankan tugas spiritual mereka. Namun, kesombongan dan lupa daratan kemudian merubah cara pandang mereka terhadap nikmat Allah menjadi sekadar milik pribadi belaka.

 

Seiring berjalannya waktu, pimpinan dan masyarakat Saba’ mulai menanggapi nikmat Allah sebagai sesuatu yang abadi dan semata hasil kemampuan mereka sendiri. Mereka kehilangan rasa syukur dan semakin jauh dari ajaran tauhid. Dalam beberapa tafsiran, keruntuhan mereka ditandai dengan rejeki yang diambil begitu saja tanpa rasa hormat kepada Pemberi Nikmat.

 

Kesombongan ini terbentuk tidak hanya di level individu tetapi juga struktur kepemimpinan. Para penguasa Saba’ mulai berhenti memperhatikan pesan-pesan para rasul yang diutus kepada mereka, dan ini menjadi awal dari kejatuhan moral kolektif. Keadaan ini mirip dengan sejarah umat-umat lain yang Allah ceritakan dalam Al-Qur’an seperti ‘Ād dan Tsamud, yang juga hancur karena atas kesombongan mereka sendiri.

 

Dalam tradisi Islam, Allah SWT mengutus para nabi dan rasul kepada semua umat manusia sebagai pembawa ajaran tauhid — keyakinan kepada satu Pencipta. Kepada kaum Saba’, para rasul juga diutus agar mereka kembali kepada kebenaran dan bersyukur. Namun sejarah menunjukkan bahwa kaum Saba’ lebih memilih mengabaikan seruan itu dan tetap berada dalam pola pikir lama yang materialistis.

 

Penolakan terhadap dakwah tauhid ini bukan hanya bersikap pasif, tetapi satan-seperti kecenderungan kolektif untuk menolak perubahan moral dan spiritual, yang pada akhirnya memutus hubungan mereka dengan Allah SWT. Maka, datangnya azab dan kehancuran itu.

 

Allah SWT mengingatkan: “…Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir besar (sayl al-‘arim) dan Kami ganti kebun mereka dengan kebun yang berbuah pahit…” (QS. Saba’ 34:16-17).

 

Rasulullah bersabda : “Tidaklah suatu kaum melanggar perjanjian (ketaatan kepada Allah), kecuali akan Allah kuasakan musuh atas mereka.” (HR. Ahmad no. 22708, dinilai hasan oleh al-Albani)

 

Para ulama menjelaskan bahwa ‘ahd (perjanjian) di sini mencakup ketaatan kepada tauhid dan syariat. Kaum Saba’ melanggar perjanjian tauhid dengan berpaling dari perintah Allah, sehingga Allah mencabut perlindungan dan keberkahan negeri mereka.

 

Sayl al-‘arim yang disebutkan dalam ayat adalah bentuk azab Ilahi yang diturunkan karena kelalaian mereka dalam bersyukur dan mengikuti petunjuk Allah. Fenomena ini sebagian besar ditafsirkan sebagai runtuhnya bendungan besar di Ma’rib, struktur vital yang menopang sistem irigasi dan ekonomi Saba’. Ketika bendungan itu runtuh, terjadilah banjir besar yang menghancurkan kebun-kebun subur dan fondasi kehidupan masyarakat.

 

Peristiwa ini bukan hanya bencana alam biasa, melainkan peringatan tegas bahwa kemakmuran material tanpa landasan moral dan spiritual tidak akan bertahan lama, suatu pesan yang relevan lintas zaman.

 

Sebuah Pelajaran Bagi Bangsa Saat Ini

 

Dari kisah Saba’ kita bisa menarik beberapa pelajaran penting:  Pertama, Kemakmuran adalah Amanah, Bukan Hak Mutlak. Nikmat kemakmuran bukanlah hak yang harus dinikmati tanpa tanggung jawab. Umat beriman diwajibkan untuk menyikapi nikmat dengan syukur dan tanggung jawab moral. Ketika sebuah masyarakat menyalahgunakan kemakmuran, peluang kehancuran menjadi nyata.

 

Kedua, Kesombongan Kepemimpinan Menghancurkan Peradaban. Pemimpin yang sombong dan lupa akan Tuhan akan memimpin masyarakat menuju kebanggaan palsu. Tidak ada kemakmuran yang bertahan jika kepemimpinan tidak berlandaskan nilai ketaatan kepada Allah.

 

Ketiga, Penolakan Ajaran Tauhid Menjadikan Masyarakat Buta Moral. Tauhid bukan sekadar keyakinan teologis, tetapi landasan moral yang menyatukan ilahi dan sosial. Ketika suatu masyarakat menolak wahyu dan seruan spiritual, moral masyarakat akan terdegradasi.

 

Keempat, Sejarah Sebagai Pelajaran Bagi Generasi Berikutnya. Allah menurunkan kisah-kisah umat terdahulu agar kita mengambil hikmah dan tidak mengulang kesalahan yang sama (ibrah). Kisah Saba’ adalah peringatan agar umat manusia selalu menjadikan Al-Qur’an sebagai tafaqquh (pemahaman) atas kondisi zaman.

 

Kisah kehancuran negeri Saba’ adalah lebih dari rekaman sejarah; ia adalah peringatan moral dan spiritual. Allah SWT menunjukkan lewat kisah ini bahwa: (1) Kemakmuran hanya abadi jika disertai rasa syukur kepada Allah. (2) Kepimpinan yang menjauhi nilai-nilai ketuhanan akan membawa kehancuran. (3) Penolakan terhadap dakwah tauhid adalah wujud ingkar kepada Sang Pencipta yang akan menghasilkan keruntuhan kolektif.

 

Sejarah Saba’ bukan sekadar masa lalu, tetapi cermin untuk masa kini dan masa depan. Ketika sebuah bangsa atau komunitas gagal menggabungkan moral dan spiritual dalam tata kelola kehidupan, kehancuran menjadi kemungkinan besar, seperti yang telah Allah abadikan dalam Al-Qur’an sebagai pelajaran yang penuh hikmah.

 

Transformasi Ideologis

 

Dari kisah kehancuran negeri Saba’, Al-Qur’an menegaskan bahwa kemakmuran material tidak akan mampu menyelamatkan suatu peradaban ketika kepemimpinannya terjerumus dalam kekufuran dan pengingkaran terhadap hukum Allah. Umat Islam saat ini, khususnya para pemimpin negeri,  harus cerdas mengambil pelajaran, jangan sampai malah mengulang sejarah buruk.

 

Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah memberi penangguhan kepada orang zalim, hingga apabila Dia mengazabnya, Dia tidak akan melepaskannya.” (HR. al-Bukhari no. 4686 dan Muslim no. 2583)

 

Hadis ini menjelaskan sunnatullah dalam sejarah: kehancuran suatu umat tidak selalu datang seketika, tetapi setelah kesombongan dan kezaliman mencapai puncaknya. Ini selaras dengan kisah Saba’, yang lama menikmati kemakmuran sebelum akhirnya dihancurkan melalui sayl al-‘arim.

 

Kekufuran ini tidak berhenti pada aspek keyakinan individual, melainkan termanifestasi secara sistemik dalam tata kelola kehidupan yang memisahkan wahyu dari pengaturan sosial, politik, dan ekonomi.

 

Allah SWT telah memperingatkan bahwa keberpalingan dari perintah-Nya akan berujung pada kehancuran kolektif, sebagaimana firman-Nya: “Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir besar (sayl al-‘arim)” (QS. Saba’ [34]: 16).

 

Dengan demikian, kisah Saba’ menegaskan bahwa rusaknya kepemimpinan ideologis merupakan awal runtuhnya sebuah negeri, betapapun maju dan makmurnya ia secara lahiriah.

 

Pelajaran tersebut menjadi sangat relevan bagi umat Islam hari ini yang hidup di bawah sistem sekuler jahiliah, yakni sistem yang menyingkirkan syariat Allah dari ruang publik dan menjadikan hukum buatan manusia sebagai rujukan utama.

 

Padahal Allah SWT secara tegas memerintahkan kaum beriman untuk memasuki Islam secara menyeluruh, bukan parsial. Firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan” (QS. Al-Baqarah [2]: 208).

 

Ayat ini menegaskan bahwa pemisahan agama dari kehidupan, sebagaimana praktik sistem sekuler, bukanlah pilihan netral, melainkan bagian dari penyimpangan ideologis yang membuka jalan bagi kerusakan sosial, ketidakadilan, dan krisis moral, sebagaimana yang telah dialami oleh umat-umat terdahulu.

 

Oleh karena itu, pelajaran dari negeri Saba’ meniscayakan adanya transformasi sistemik dan ideologis, bukan sekadar perbaikan moral individual. Transformasi ini berarti berpindah dari tatanan sekuler jahiliah menuju tatanan yang menjadikan syariat Allah sebagai sumber hukum tertinggi dalam seluruh aspek kehidupan.

 

Allah SWT berfirman: “Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka” (QS. Al-Mā’idah [5]: 49).

 

Ayat ini menegaskan kewajiban berhukum dengan syariat Allah secara total dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam perspektif Islam, penerapan syariah secara kaffah hanya mungkin terwujud melalui institusi politik yang menegakkan hukum Allah secara menyeluruh, yaitu Khilafah Islam, sebagai mekanisme penjagaan akidah, hukum, dan kemaslahatan umat agar tidak mengulangi kesalahan fatal yang pernah menghancurkan negeri Saba’ dan peradaban-peradaban sebelumnya.

 

Daftar Pustaka

 

Al-Bukhari, M. ibn I. (2002). Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Vols. 1–9). Beirut: Dār Ibn Kathīr.

Al-Qur’an al-Karim. (n.d.). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Al-Ṭabari, M. ibn J. (2001). Jāmi‘ al-Bayān ‘an Ta’wīl Āy al-Qur’ān (Vol. 20). Beirut: Dār al-Fikr.

Al-Qurṭubi, M. ibn A. (2006). Al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān (Vol. 14). Beirut: Mu’assasah al-Risālah.

Ahmad ibn Hanbal. (2001). Musnad al-Imām Aḥmad ibn Ḥanbal (Vols. 1–6). Beirut: Mu’assasah al-Risālah.

Ibnu Katsir, I. ibn ‘U. (1999). Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm (Vol. 6). Riyadh: Dār Ṭayyibah.

Muslim ibn al-Ḥajjāj. (2006). Ṣaḥīḥ Muslim (Vols. 1–8). Beirut: Dār Ihyā’ al-Turāth al-‘Arabī.

Quraish Shihab, M. (2002). Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Vol. 11). Jakarta: Lentera Hati.

Rahman, F. (1980). Major Themes of the Qur’an. Chicago, IL: University of Chicago Press.

Watt, W. M. (1974). Islamic Political Thought. Edinburgh: Edinburgh University Press.

Crone, P. (2004). God’s Rule: Government and Islam. New York, NY: Columbia University Press.

Ibn Khaldun. (2005). Muqaddimah Ibn Khaldun (Trans. Franz Rosenthal). Princeton, NJ: Princeton University Press.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1214/29/12/25 : 08.39 WIB)

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad