TENTARA ALLAH



Oleh : Ahmad Sastra

Imam Ibnu Katsir dalam Kitab Qashasul An biyaa (terj) halaman 572 mengutip sebuah hadist tentang jaraad atau belalang. Abu Dawud meriwayatkan, dari Abu Utsman An Nahdi, dari Salman Al Farisi, ia berkata, Nabi pernah ditanya mengenai belalang, lalu beliau menjawab, “Belalang adalah salah satu jenis tentara Allah yang paling banyak jumlahnya. Aku tidak memakannya, tapi aku juga tidak mengharamkannya.

Belalang sebagai tentara Allah diperintahkan Allah untuk menyerang tanaman hingga hingga sama sekali tidak tersisa tanaman, buah-buahan, sayur-sayuran, dedaunan atau bahkan rerumputan. Dari sinilah terjadi masa paceklil yang menjadikan orang-orang mengalami kelaparan panjang pada zaman kekuasaan fir’aun.

Allah mengharamkan kesombongan dan kezoliman seorang pemimpin, sebagaimana fir’aun yang sampai mengaku dirinya sebagai tuhan. Saat Allah murka, maka tentara Allah adalah seluruh makhluk berupa binatang, angin, air, malaikat, bahkan gunung-gunung.

Maka Kami kirimkan kepada mereka angin topan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa (QS Al A’raf : 133).

Topan dalam ayat diatas juga merupakan tentara Allah yang oleh Ibnu Abbas sebagai hujan deras yang menyebabkan banjir dan rusaknya tanaman dan pepohonan. Makna ini juga disampaikan oleh Said bin Jubair, Qatadah, As Suddi dan Adh Dhahhak. Sementara Atha’ menyebut topan sebagai banjir yang banyak menyebabkan banyak kematian.

Sementara mengenai al qummal (kutu) pada zaman fir’aun, menurut riwayat Ibnu Abbas adalah sejenis ulat yang keluar dari hasil tanaman, terutama gandum. Disebutkan juga sebagai belalang kecil yang belum bersayap. Sementara abdurahman bin Zaib menyebut sebagai kutu busuk yang biasa menyerang kepala kera dan saat itu masuk kamar-kamar penduduk.

Bahkan pada zaman fir’aun juga ada wabah kodok (katak) yang jumlahnya tak terhitung. Kodok-kodok ini mendatangi istana fir’aun dan penduduk kaumnya, sehingga masuk ke dalam bejana dan makanan. Bahkan dikisahkan, saat itu jika ada orang mau menyuap makanan, maka kodok terlebih dahulu masuk ke mulutunya.

Tidak sampai disitu, bahkan darahpun menjadi bagian dari bencana zaman fir’aun, yakni bercampurnya darah dalam air yang mereka minum, mandi dan lainnya. Mereka tidak bisa memanfaatkan air, bahkan air di sumur dan sungai Nil juga berubah warna merah karena bercampur dengan darah kental.

Orang-orang zolim di zaman fir’aun selalu sombong disaat mendapatkan kebaikan seperti tanaman subur. Sementara ketika ada bencana seperti muslim paceklik dimana tanaman banyak yang mati, mereka justru menyalahkan Nabi Musa. Fir’aun dan para kaumnya dikenal sebagai manusia sombong dan zolim yang tidak mau menerima peringatan Allah dan nasehat Nabi Musa.

Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (fir´aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran (QS Al A’raf : 130).

Karena itu seorang muslim harus mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap musibah yang dihadapinya. Muslim adalah yang tidak sombong dan zolim, melainkan selalu tunduk dan patuh kepada perintah dan larangan Allah.

Nah apakah coronavirus juga tentara Allah ?

(AhmadSastra,KotaHujan,14/04/20 : 06.45 WIB)

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories