Oleh : Ahmad Sastra
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di
dunia; dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al
Qasas : 77)
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang
sekiranya mereka meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh karena itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar. (QS An Nisaa’ : 9)
Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan adalah
serangkaian 17 tujuan global yang diadopsi oleh negara-negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015 sebagai bagian dari Agenda
2030 untuk pembangunan berkelanjutan.
Tujuan
utama dari SDGs adalah untuk mengakhiri kemiskinan, melindungi planet ini, dan
memastikan bahwa semua orang menikmati perdamaian dan kemakmuran pada tahun
2030. SDGs mencakup berbagai aspek pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
SDGs merupakan kelanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs) yang telah
berakhir pada tahun 2015, namun SDGs memiliki cakupan yang lebih luas dan
inklusif.
Berikut
adalah 17 tujuan SDGs: (1) Tanpa Kemiskinan (No Poverty) (2) Tanpa Kelaparan (Zero Hunger) (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera (Good Health
and Well-being) (4) Pendidikan
Berkualitas (Quality Education) (5) Kesetaraan Gender (Gender Equality) (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak (Clean Water and Sanitation) (7) Energi Bersih dan Terjangkau (Affordable and
Clean Energy) (8) Pekerjaan
Layak dan Pertumbuhan Ekonomi (Decent Work and Economic Growth) (9) Industri, Inovasi, dan Infrastruktur
(Industry, Innovation and Infrastructure)
(10)
Berkurangnya Kesenjangan (Reduced
Inequalities) (11) Kota dan
Permukiman yang Berkelanjutan (Sustainable Cities and Communities) (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab
(Responsible Consumption and Production) (13) Penanganan Perubahan Iklim (Climate Action) (14) Ekosistem Lautan (Life Below Water)
(15) Ekosistem Daratan (Life on Land)
(16) Perdamaian, Keadilan, dan
Kelembagaan yang Kuat (Peace, Justice and Strong Institutions) dan (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan (Partnerships
for the Goals)
Keberhasilan
pencapaian Sustainable Development
Goals (SDGs) di berbagai negara hingga tahun 2024 menunjukkan kemajuan
yang bervariasi, dengan tantangan besar yang harus diatasi untuk mencapai
target 2030. Secara global, hanya sekitar 17% target SDGs yang berada di jalur yang benar untuk tercapai
pada 2030. Sebagian besar target menunjukkan kemajuan minimal atau bahkan
mengalami kemunduran.
Krisis
global seperti pandemi COVID-19, konflik geopolitik, inflasi, dan perubahan
iklim telah memperburuk situasi ini. Misalnya, pada tahun 2022, 23 juta orang jatuh ke dalam
kemiskinan ekstrem, dan lebih dari 100
juta orang mengalami kelaparan dibandingkan dengan tahun 2019.
Negara-negara
Nordik seperti Finlandia, Swedia, Denmark, Jerman,
dan Prancis memimpin dalam
pencapaian SDGs. Mereka menunjukkan komitmen kuat terhadap keberlanjutan dan
memiliki sistem sosial yang inklusif. Negara-negara seperti Brasil, China, dan India
menunjukkan kemajuan yang lebih cepat dibandingkan rata-rata global, meskipun
masih menghadapi tantangan besar dalam hal ketimpangan dan keberlanjutan
lingkungan .
Negara-negara
dengan kondisi ekonomi dan sosial yang lebih lemah, seperti Small Island Developing States (SIDS),
Least Developed Countries (LDCs),
dan Landlocked Developing Countries
(LLDCs), mengalami kemunduran signifikan. Misalnya, SIDS hanya mencapai 5,9% dari target
SDGs mereka sejak 2015 .
SDG
1 (Tanpa Kemiskinan) dan SDG 2 (Tanpa Kelaparan) mengalami kemunduran, dengan
peningkatan jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem dan kelaparan. SDG
13 (Penanganan Perubahan Iklim), SDG 14 (Kehidupan di Bawah Air), dan SDG 15
(Kehidupan di Darat) menunjukkan sedikit atau tidak ada kemajuan, dengan
peningkatan suhu global dan kerusakan ekosistem. SDG 5 (Kesetaraan Gender)
masih menghadapi tantangan besar, dengan banyak negara belum memiliki
undang-undang yang melarang diskriminasi terhadap perempuan .
Indonesia
berada di peringkat 78 dari 193
negara dalam SDG Index 2024,
dengan skor 69,43. Meskipun
menunjukkan kemajuan, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam mencapai beberapa
target SDGs, terutama terkait dengan ketimpangan sosial dan dampak perubahan
iklim.
Pencapaian
SDGs global menunjukkan kemajuan yang tidak merata antarnegara dan
antarwilayah. Untuk mencapai target 2030, diperlukan upaya bersama dari
pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan individu. Hal ini mencakup
peningkatan investasi, reformasi kebijakan, dan kolaborasi internasional yang
lebih kuat.
Islamic Sustainable Development Goals (ISDGs) adalah konsep
pembangunan berkelanjutan yang diselaraskan dengan prinsip-prinsip Islam, khususnya berdasarkan
nilai-nilai maqāṣid al-sharīʿah
(tujuan-tujuan syariat Islam). ISDGs bertujuan untuk menciptakan keseimbangan
antara pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan nilai-nilai keadilan,
etika, dan spiritualitas Islam. Keberlanjutan pembangunan suatu bangsa dalam
perspektif Islam, tidak hanya sebatas di dunia, tapi bahkan sampai pada
proyeksi keselamatan dan kebahagiaan di akhirat.
Allah
menegaskan dalam al Qur’an : Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, 'Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah
kami dari azab neraka. (QS Al Baqarah : 201)
ISDGs
merupakan adaptasi dari Sustainable
Development Goals (SDGs) PBB, namun dirancang agar lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam seperti tauhid (keesaan Allah), khilafah (kepemimpinan umum untuk kaum
muslimin di dunia), ‘adalah
(keadilan sosial), rahmah (kasih
sayang terhadap sesama dan alam) dan nilai amanah (tanggung jawab moral dan sosial)
Nilai kedua dalam upaya pembangunan suatu bangsa
dalam Islam adalah maqāṣid al-syarīʿah, yaitu lima tujuan utama syariat Islam yang
menjadi dasar dari ISDGs. Kelimanya tujuan utama syariah adalah : (1) Hifz al-Dīn (menjaga agama) (2) Hifz al-Nafs (menjaga
jiwa/kesehatan) (3) Hifz al-‘Aql
(menjaga akal/pendidikan) (4) Hifz
al-Nasl (menjaga keturunan/keluarga) dan (5) Hifz al-Māl (menjaga harta/ekonomi). Bahkan bisa
ditambahkan lagi hifz ad daulah (menjaga negara Islam).
Meski
belum ada standar global baku untuk ISDGs seperti SDGs, beberapa lembaga dan
akademisi telah mengembangkan indikator yang dapat digunakan. Secara filosofis,
landasan SDGs adalah sekulerisme humanistik, sementara ISDGs berdasarkan nilai transcendental
yang merujuk kepada hukum-hukum Islam dalam Al Qur’an, hadits, Ijma dan Qiyas.
Tujuan
utama dalam Islam adalah kesejahteraan dunia dan akhirat, sementara gagasan PBB
hanya sebatas duniawi. Pendekatan ekonomi yang dijalankan PBB adalah
kapitalisme liberal, sementara dalam Islam melalui pendekatan sistem ekonomi Islam.
Norma sosial yang digunakan oleh PBB bersifat universal, sementara dalam Islam yang
digunakan adalah tujuan penerapan syariah (maqasid syariah).
Beberapa
negara atau lembaga di dunia Muslim (seperti Islamic Development Bank dan Malaysia) mulai mengembangkan kerangka ISDGs dalam program
pembangunan mereka. Pendekatan ini mempromosikan: (1) Keuangan Islam untuk
pembiayaan pembangunan (2) Pelestarian lingkungan berbasis konsep khalifah dan khilafah (pengelolaan
amanah) dan Keadilan sosial dan distribusi kekayaan (melalui zakat dan wakaf)
Strategi
Khilafah dalam mewujudkan Islamic Sustainable Development Goals (ISDGs)
berlandaskan pada prinsip bahwa manusia adalah khalīfah fī al-arḍ (wakil Allah di bumi) yang memiliki tanggung
jawab moral dan hukum untuk mengelola bumi secara adil, berkelanjutan, dan
sesuai syariat. Dalam konteks ini, sistem khilafah (sebagai bentuk pemerintahan
Islam ideal menurut sebagian pemikir klasik dan kontemporer) memiliki
pendekatan tersendiri terhadap pembangunan berkelanjutan.
Landasan syariah dalam pembangunan dengan
mendasarkan semua
kebijakan pembangunan didasarkan pada maqāṣid
al-sharīʿah. Hukum
syariah menjadi rujukan utama dalam pengelolaan sumber daya alam, ekonomi,
pendidikan, dan sosial. Konsep kepemilikan dalam Islam yang berbeda dengan
sistem kapitalisme dan komunisme akan menjadi faktor utama program
keberlanjutan pembangunan.
Khilafah tidak mengadopsi sistem kapitalisme
liberal maupun sosialisme, melainkan sistem ekonomi Islam. Contoh: Pengelolaan
hutan dan sumber daya alam tidak boleh dikomersialkan sepenuhnya, melainkan
untuk kemaslahatan umum (maslahah ‘āmmah). Hal ini karena sumber daya alam
dalam Islam adalah milik umum yang dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat,
tidak boleh diprivatisasi, apalagi dikuasai asing penjajah.
Sistem ekonomi berbasis keadilan dan distribusi
dimana dalam sistem Islam, mata uangnya menggunakan dinar dan dirham, bukan dollar
dan atau uang kertas sebagaimana yang ada sekarang. Dinar dan dirham jauh lebih
stabil karena memiliki nilai intrinsiknya.
Dalam sistem Islam, zakat, kharaj, jizyah, dan wakaf dijadikan sumber
utama pendanaan pembangunan. Khilafah juga menatapkan larangan riba dan praktik ekonomi eksploitatif untuk memastikan
keadilan ekonomi. Negara Islam menjamin
kebutuhan pokok rakyat (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan,
dan keamanan). ISDGs terkait: Hifz al-Māl (menjaga harta), pengurangan
kemiskinan, akses layanan dasar.
Pengelolaan lingkungan sebagai amanah dan larangan
merusaknya dijelaskan dalam Al Qur’an : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa
takut dan harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik. (QS Al A’raf : 56)
Alam
dianggap sebagai amanah, bukan
komoditas. Larangan terhadap eksploitasi berlebihan, perusakan lingkungan, dan
monopoli sumber daya publik. Pemanfaatan lahan dan sumber daya harus sesuai
dengan prinsip tanaqul (perputaran hak
kepemilikan) dan kemanfaatan sosial. ISDGs terkait seperti climate
action (SDG 13), Life on Land & Life Below Water (SDG 14 & 15), serta
prinsip khalifah.
ISDGs terkait Hifz al-Nasl, Hifz al-‘Aql dalam
kerangka syariah. Pembangunan sosial yang berbasis akhlak dan keluarga seperti
pendidikan
karakter Islam sejak dini. Keluarga sebagai institusi utama dalam
membentuk generasi bertakwa. Perlindungan terhadap perempuan dan anak
dalam kerangka Islam (tanpa liberalisasi gender).
Islam
memerintahkan agar menjaga keluarga dari siksa api neraka. Hal ini ditegaskan
Allah dalam QS At Tahrim ayat 6 : Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak durhaka kepada
Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan (selalu) mengerjakan
apa yang diperintahkan.
Pemimpin
(Khalifah) bertanggung jawab di hadapan Allah dan rakyat. Penerapan sistem hisbah
(pengawasan moral dan pasar). Penghapusan diskriminasi kelas dan penindasan. Adalah
strategi khilafah untuk memujudkan perdamaian, keadilan dan penguatan institusi
pemerintahan.
Khilafah
juga memujudkan persatuan dunia Islam
dan solidaritas global. Sistem Khilafah mendasarkan solidaritas
bukan pada negara-bangsa (nation-state) tetapi pada umat (ummah). Membangun
jaringan keuangan, ekonomi, dan perdagangan antarwilayah Islam. Dukungan
bagi wilayah Muslim yang tertindas melalui kebijakan luar negeri berbasis
ukhuwah Islamiyah. Hal ini dalam
ISDGs terkait dengan program partnership for the Goals dan
pengurangan ketimpangan.
Strategi
Khilafah dalam mewujudkan ISDGs tidak hanya bersifat teknis, tapi juga spiritual
dan moral. Ini melibatkan penataan institusi
politik, ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berlandaskan wahyu
(Al-Qur’an & Hadis). Mengganti paradigma pembangunan yang materialistik
dengan yang tauhid dan etis. Menggabungkan
peran negara, masyarakat, dan individu
dalam sistem yang terpadu.
Dalam
Islam, ditegaskan bahwa semua dari kita adalah pemimpin yang akan dimintai
pertanggungjawabannya. Hal ini ditegaskan dalam hadits : “Kalian adalah
pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang
dipimpinnya.” — (HR. Bukhari & Muslim)
(Ahmad
Sastra, Jakarta Kota, 16/05/25 : 10.44 WIB)