BANGKIT DAN RUNTUHNYA PERADABAN SERTA PELUANG KEBANGKITAN PERADABAN ISLAM MASA DEPAN



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Teori Tentang Peradaban

 

“Civilization is like a stream with banks. The stream is sometimes filled with blood from people killing, stealing, shouting and doing the things historians usually record, while on the banks, unnoticed, people build homes, make love, raise children, sing songs, write poetry.” (Will Durant).

 

Apa makna peradaban? Dalam tulisan ini untuk menggambarkan peradaban digunakan istilah hadlarah. Hadlarah adalah kumpulan pemahaman tentang kehidupan (majmu’ul mafahim anil hayah). i Dalam bahasa inggris digunakan istilah “civilization”. ii Istilah hadlarah ini dibedakan dengan istilah madaniyah. Madaniyah didefinisikan sebagai bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindra yang digunakan dalam kehidupan(asykaalul madiyah lil asyaai al mahsusah allati tusta’malu fi asyu’unil hayah). iii Madaniyah ada yang khas, berbasis kepada pandangan hidup tertentu. Ada juga madaniyah yang umum/universal, yang berasal dari seluruh umat manusia, seperti sains dan teknologi. Hadlarah Islam berbeda dengan hadlarah barat.

 

Hadlarah Islam ditegakkan atas asas aqidah Islamiyah, dengan standar halal dan haram, dan makna kebahagiaan adalah dalam rangka menggapai ridho Allah SWT. Sedangkan hadlarah barat, ditegakkan dengan asas sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan. Standar perbuatannya adalah manfaat (naf’iyyah), dan makna kebahagiaan adalah kenikmatan fisik (jasadiyah).

 

Dalam konteks saat ini, terdapat perbedaan antara tsaqafah dan ilmu. Tsaqafah (sering dipadankan dengan budaya – kultur(Indonesia) – culture (Inggris)iv adalah pengetahuan yang diambil melalui beritaberita, talaqi(pertemuan langsung), dan istinbath (penggalian/penarikan kesimpulan). Sebagai contoh tsaqafah Islam (adalah pengetahuan yang menjadikan akidah Islam sebagai sebab dalam pembahasannya: fiqh, tafsir, hadits, bahasa Arab, ushul fiqh. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang diambil dari cara penelaahan, eksperimen, dan kesimpulan. Seperti ilmu fisika, ilmu kimia, dan berbagai ilmu eksperimental lainnya.

 

Ahmad Qashash dalam Nasyu Hadlarah Islamiyyah, menyampaikan bahwa hadlarah(peradaban) sesungguhnya adalah sebuah cara atau model kehidupan yang mendominasi masyarakat tertentu. Artinya telah menjadi identitas masyarakat tersebut. Setiap masyarakat memiliki peradabannya yang khas. Biasanya setiap peradaban tumbuh di sekitar wilayah yang memiliki sumber daya alam yang mendukung, seperti sungai besar (misalnya Mesir Kuno di Sungai Nil atau Mesopotamia di antara Sungai Efrat dan Tigris), dan berkembang seiring dengan kemampuan manusia mengorganisasi kehidupan sosial dan memanfaatkan alam secara efektif (peradaban Islam yang membentang di barat ke timur dunia).

 

Teori tentang bangkit dan runtuhnya peradaban merupakan upaya untuk memahami pola-pola sejarah yang menjelaskan bagaimana suatu peradaban muncul, berkembang, mencapai puncak kejayaannya, lalu mengalami kemunduran atau bahkan kehancuran. Berikut adalah beberapa teori penting yang telah dikembangkan oleh para sejarawan, filsuf, dan ilmuwan sosial:

 

Ada teori siklus peradaban yang dikemukakan oleh berbagai pemikir, seperti Ibn Khaldun, Oswald Spengler, dan Arnold Toynbee. Ibn Khaldun (abad ke-14) dalam Muqaddimah mengatakan bahwa peradaban memiliki siklus: muncul dari kondisi kesukaran (asabiyyah/kebersamaan), berkembang melalui kekuasaan, lalu melemah karena kemewahan dan korupsi.

 

Oswald Spengler dalam The Decline of the West melihat peradaban seperti organisme biologis: lahir, tumbuh, tua, lalu mati. Arnold Toynbee dalam A Study of History menyatakan bahwa peradaban bangkit karena berhasil menjawab tantangan ("challenge and response") dan runtuh ketika mengalami stagnasi internal.

 

Ada teori lingkungan dan geografi yang dikembangkan oleh Jared Diamond dalam Guns, Germs, and Steel (1997). Ia berargumen bahwa faktor geografis dan lingkungan (ketersediaan sumber daya, hewan ternak, tanaman liar, iklim) sangat menentukan keberhasilan suatu peradaban. Peradaban runtuh jika gagal mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan (lihat juga bukunya Collapse).

 

Terkait bangkit runtuhnya peradaban, ada juga teori kelembagaan dan politik yang didukung oleh ahli ekonomi dan sejarah seperti Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam Why Nations Fail. Peradaban bangkit karena memiliki lembaga politik dan ekonomi yang inklusif. Sebaliknya, jika lembaga menjadi eksklusif dan koruptif, peradaban akan melemah dan runtuh karena ketimpangan dan ketidakadilan sistemik.

 

Ada juga teori marxis – materialisme historis yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Sejarah adalah perjuangan kelas. Peradaban akan bangkit jika sistem produksinya efektif. Ketika hubungan produksi tidak lagi sesuai dengan kekuatan produksi, terjadi revolusi yang menggantikan sistem lama (dari feodalisme ke kapitalisme ke  sosialisme).

 

Berikutnya dalah teori sistem dunia (world-systems theory) yang dikembangkan oleh Immanuel Wallerstein. Dunia dibagi menjadi inti (core), semi-periferi, dan periferi. Peradaban tidak runtuh secara individual, tetapi tergeser dalam sistem dunia kapitalis global saat pusat kekuasaan berpindah.

 

Terakhir teori teknologi dan Inovasi. Beberapa sejarawan dan futurolog seperti Ray Kurzweil menekankan peran inovasi teknologi. Peradaban yang adaptif terhadap perubahan teknologi cenderung bertahan. Ketertinggalan dalam inovasi dapat menyebabkan kemunduran drastic.

 

Runtuhnya peradaban Imperium Yunani dan Romawi merupakan dua peristiwa penting dalam sejarah dunia yang masing-masing memiliki penyebab kompleks dan saling terkait.  Peradaban Yunani tidak bersatu dalam satu kekaisaran besar seperti Romawi, melainkan terdiri dari negara-kota (polis) seperti Athena, Sparta, dan Thebes.

 

Penyebab utamanya adalah adanya Perang Peloponnesos (431–404 SM). Perang antara Athena dan Sparta menguras sumber daya dan melemahkan kekuatan politik Yunani. Hasilnya adalah fragmentasi politik dan kerentanan terhadap serangan luar.

 

Penyebab lainnya adalah disintegrasi politik. Tidak ada penyatuan yang kuat; polis saling bersaing dan mudah diadu domba. Invasi dan Penaklukan oleh Makedonia (338 SM). Raja Philip II dari Makedonia menaklukkan Yunani dalam Pertempuran Chaeronea. Kemudian dilanjutkan oleh Alexander Agung, yang membangun kekaisaran baru dan menyebarkan budaya Yunani (Hellenisme), tapi mengakhiri era Yunani klasik.

 

Penyebab berikutnya dalah ketergantungan pada budak dan krisis sosial. Ketimpangan sosial yang tajam dan sistem ekonomi yang sangat bergantung pada budak menciptakan ketidakstabilan jangka panjang.

 

Selain Yunani, ada juga Romawi. Runtuhnya Kekaisaran Romawi (Romawi Barat – 476 M) mencapai puncaknya pada abad ke-2 M, lalu mulai mengalami penurunan secara bertahap. Penyebab utamanya adalah korupsi dan krisis politik internal. Terjadi kekacauan suksesi, perebutan kekuasaan, dan melemahnya otoritas pusat. Banyak kaisar dibunuh atau digulingkan, menciptakan instabilitas berkepanjangan.

 

Faktor kedua adalah kelemahan ekonomi. Inflasi, pajak yang tinggi, dan ketergantungan pada tenaga kerja budak menurunkan produktivitas. Perdagangan terganggu oleh konflik dan serangan dari luar.

 

Penyebab ketiga adalah tekanan dari bangsa Barbar. Bangsa Goth, Vandal, Hun, dan suku Jermanik lainnya menyerang wilayah kekaisaran. Roma dijarah oleh Visigoth (410 M) dan Vandal (455 M). Kaisar Romawi terakhir (Romulus Augustulus) digulingkan oleh Odoacer (476 M).

 

Faktor berikutnya adalah ukuran kekaisaran yang terlalu luas. Sulit dipertahankan secara militer dan administratif. Akhirnya terbagi menjadi dua: Romawi Barat (runtuh) dan Romawi Timur (Bizantium) (bertahan hingga 1453). Faktor berikutnya adalah dekadensi moral dan sosial. Beberapa filsuf dan sejarawan klasik (misalnya Edward Gibbon) berpendapat bahwa kemewahan, hedonisme, dan kemerosotan nilai melemahkan semangat warga negara.

 

Indikator Runtuhnya Peradaban Barat Saat Ini

 

Indikator runtuhnya peradaban kapitalisme saat ini menjadi bahan diskusi yang serius di kalangan akademisi, ekonom, aktivis, dan futuris. Meski kapitalisme masih menjadi sistem ekonomi dominan secara global, ada sejumlah tanda atau indikator krisis struktural yang sering diinterpretasikan sebagai tanda-tanda keruntuhan atau transformasi mendalam kapitalisme.

 

Terjadinya ketimpangan ekonomi yang ekstrem dimana terjadi 1% vs 99% yang artinya sebagian kecil populasi (oligarki) menguasai sebagian besar kekayaan dunia adalah salah satu kerusakan sistem kapitalisme. Menurut laporan Oxfam dan IMF, kesenjangan terus melebar bahkan di negara maju. Ketimpangan menyebabkan instabilitas sosial, menurunnya mobilitas ekonomi, dan krisis kepercayaan terhadap sistem.

 

Krisis siklus ekonomi yang berulang dan mendalam  juga merupakan kelemahan sistem kapitalisme.  Kapitalisme mengalami krisis periodic, (1) Depresi Besar (1930-an) (2) Krisis Finansial Global (2008) (3) Krisis Pandemi COVID-19 (2020) yang dampaknya bahkan masih terasa hingga saat ini. Krisis ini semakin kompleks dan sistemik, menunjukkan kelemahan mendasar dalam stabilitas jangka panjang sistem pasar bebas.

 

(4) Krisis iklim dan lingkungan juga menjadi salah satu kerusakan penerapan sistem kapitalisme ini. Kapitalisme mendorong pertumbuhan ekonomi tak terbatas di planet yang terbatas. Eksploitasi sumber daya alam, deforestasi, emisi karbon, dan polusi mempercepat kehancuran ekosistem. Banyak ilmuwan iklim menganggap sistem ekonomi saat ini tidak berkelanjutan, artinya akan segera runtuh.

 

Disrupsi teknologi dan otomatisasi telah menjadi fakta akibat penerapan sistem kapitalisme. Otomatisasi, AI, dan teknologi digital menggantikan jutaan pekerjaan manusia. Sistem kapitalis belum menyesuaikan diri untuk memberikan perlindungan sosial yang memadai dalam era post-industrial.

 

Menimbulkan ketakutan akan “kapitalisme tanpa pekerja” dan krisis konsumsi. Kapitalisme tanpa pekerja akan menjadi malapetaka kehidupan manusia. Akan terjadi krisis kemanusiaan jika manusia tak lagi bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

 

(5) Erosi demokrasi dan meningkatnya otoritarianisme dimana konsentrasi kekayaan menciptakan konsentrasi kekuasaan. Perusahaan besar dan oligarki memengaruhi kebijakan publik (lobbying, regulasi pro-korporasi). Munculnya populisme kanan dan kiri menunjukkan ketidakpuasan terhadap sistem liberal kapitalis.

 

(6) Kegagalan globalisasi neoliberal dengan banyaknya negara berkembang justru tertinggal akibat eksploitasi ekonomi global. Pandemi COVID-19 menunjukkan rapuhnya rantai pasok global dan ketergantungan ekonomi antarnegara. Negara-negara mulai beralih ke proteksionisme dan nasionalisme ekonomi.

 

(7) Krisis legitimasi dan kepercayaan public dengan banyaknya orang tidak lagi percaya bahwa kapitalisme bisa membawa kesejahteraan bersama. Fenomena Great Resignation, quiet quitting, dan gerakan anti-work menunjukkan pergeseran nilai terhadap kerja dan produktivitas. Meningkatnya minat pada alternatif seperti ekonomi solidaritas, degrowth, dan bahkan sosialisme digital.

 

Peluang Kembalinya Peradaban Islam

 

Secara normatif dan empirik, peradaban kapitalisme akan runtuh dalam waktu dekat, banyak indikator menunjukkan bahwa kapitalisme dalam bentuknya sekarang sedang mengalami krisis legitimasi, ekologis, dan struktural. Ini bisa berujung pada reformasi besar, transformasi ke bentuk baru (misalnya, kapitalisme hijau atau kapitalisme digital), atau bahkan transisi menuju sistem pasca-kapitalis. Peluang paling besar sistem pasca-kapitalisme adalah peradaban Islam dengan berdirinya khilafah.

 

Ketakutan Barat terhadap kebangkitan khilafah atau sistem kekhalifahan Islam kembali merupakan refleksi dari kekhawatiran geopolitik, ideologis, dan historis yang kompleks. Ketakutan ini bukan semata-mata terhadap umat Islam secara umum, tetapi terhadap potensi munculnya kekuatan politik transnasional berbasis Islam yang dianggap bisa mengancam dominasi tatanan global modern, khususnya yang didasarkan pada liberalisme, sekularisme, dan sistem negara-bangsa.

 

Bangkitnya kembali khilafah dianggap akan menjadi ancaman terhadap tatanan global (status quo). Khilafah (sebagai konsep ideal) menolak sistem nation-state dan mendorong persatuan umat Islam lintas batas negara. Ini mengancam sistem politik internasional yang selama ini dikendalikan oleh kekuatan Barat melalui PBB, NATO, IMF, dan sistem hukum internasional, sebab khilafah tidak membutuhkannya lagi.

 

Barat begitu khawatir dan takut kepada khilafah, karena institusi ini diasosiasikan dengan ekstremisme dan terorisme, padahal jelas salah. Netanyahu misalnya, menyebut Iran sebagai teoris, karenanya dia menyerang instalasi nuklir yang dimiliki Iran. Netanyahu juga dengan tegas menolak berdirinya kekhilafahan di Arab.

 

Khilafah dipersepsikan di Barat sebagai sinonim dengan kekerasan, intoleransi, dan ambisi militeristik. Narasi ini diperkuat oleh media dan kebijakan kontra-terorisme. Padahal khilafah adalah peradaban terbaik yang akan menebarkan rahmat bagi seluruh dunia, bukan merusak seperti peradaban kapitalisme dan komunisme.

 

Barat sangat khawatir akan kembalinya khilafah, sebab dianggap menjadi potensi kekuatan geopolitik baru. Jika dunia Islam benar-benar bersatu secara politik dan ekonomi dalam bentuk khilafah , maka: (1) Cadangan minyak dan gas (yang sangat besar) akan berada di bawah satu otoritas. (2) Posisi strategis dunia Muslim (dari Afrika Utara, Timur Tengah, hingga Asia Tenggara) bisa mengontrol jalur perdagangan utama dunia. (3) Ini akan mengganggu hegemoni ekonomi dan militer Barat.

 

Barat begitu takut kepada khilafah karena merupakan persaingan ideologis dengan sekularisme liberal. Hanya Islam dengan khilafahnya inilah yang mampu menjadi pesaing paling kuat bagi ideologi kapitalisme sekuler. Sistem khilafah dianggap membawa alternatif ideologi berbasis syariah yang menolak pluralisme sekuler, demokrasi liberal, sekulerisme, pluralisme, nasionalisme dan nilai-nilai Barat seperti feminisme radikal, kebebasan mutlak individu, atau kapitalisme murni. Kebangkitan sistem alternatif berbasis Islam dianggap sebagai ancaman terhadap "nilai-nilai universal" versi Barat.

 

Ketakutan barat akan bangkitnya kembali khilafah adalah karena adanya trauma sejarah dengan perang salib dan Kekhalifahan Utsmaniyah. Sejarah panjang konflik antara Eropa dan kekhilafahan Islam, seperti perang salib (abad 11–13), perang dengan Kekhalifahan Utsmaniyah (1453–1924) dan Kekhilafahan Utsmaniyah pernah menjadi kekuatan global yang menyaingi Eropa dalam kekuatan militer dan budaya selama berabad-abad. Trauma ini masih hidup dalam memori kolektif dan narasi sejarah Barat

 

Tidak mengherankan jika sekutu Amerika, yakni israel melalui  Benjamin Netanyahu yang pada pada hari Rabu, 23 April 2025 dengan tegas menolak khilafah di Timur Tengah. Netanyahu dilaporkan menyatakan penolakan “Israel” terhadap pendirian Khilafah Islam di perbatasan utara, barat, atau selatan negaranya, serta menegaskan bahwa Israel tidak akan mundur atau menyerah pada ancaman tersebut. Pernyataan ini merujuk pada negara-negara mayoritas Muslim di sekitar Israel.

 

Entitas Yahudi hanyalah alat dari kekuatan besar Barat yang kafir, yang didirikan setelah penghapusan Khilafah untuk mencegah kembalinya. Israel kini bertindak layaknya “anak manja” negara-negara pendukungnya dan tidak menyadari realitas posisinya yang bergantung.

 

Tanpa dukungan militer, politik, dan finansial dari kekuatan besar tersebut, Israel tidak akan mampu bertahan. Mereka mencontohkan situasi di Gaza, yang diklaim telah membuat para pemimpin Israel kesulitan dan Netanyahu sendiri “tidak meraih apa-apa selain menghancurkan bangunan” serta belum mampu membebaskan tahanan dari “anak-anak umat Islam”. Dan saat ini israel sedang dalam permulaan kehancuran setelah Iran melakukan serangan militer.

 

Posisi politik Netanyahu tidak stabil dan bergantung pada keseimbangan yang mudah berubah. Mereka menganggap pernyataan Netanyahu yang menghina Islam dan mengancam Khilafah sebagai “dosa besar” dan menggambarkannya sebagai tindakan keputusasaan.

 

Umat Islam paling mengenal sifat Yahudi yang mereka sebut sebagai “pembunuh para nabi”, pelanggar aturan agama, dan kaum yang “dihina dan ditimpa kemiskinan” serta mendapat murka Allah. Mereka mengklaim bahwa Yahudi tidak berani memerangi Muslim kecuali dari balik tembok, dan akhir mereka sudah dekat.

 

Nasib entitas Yahudi terkait erat dengan entitas negara-negara Sykes-Picot di sekitarnya, dan keduanya terikat dengan kembalinya Khilafah yang akan datang. Fakta ini, menurut Hizbut Tahrir, yang menjelaskan ketakutan besar yang mendorong Netanyahu melontarkan pernyataan tersebut, serupa dengan kekhawatiran yang pernah diungkapkan oleh para pemimpin negara-negara besar lainnya mengenai kembalinya Khilafah.

 

Karena itu, peluang kebangkitan peradaban Islam di masa depan menyangkut aspek spiritual, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan peradaban global. Sejarah telah mencatat masa keemasan Islam (abad ke-8 hingga 13) sebagai pusat ilmu pengetahuan, filsafat, seni, dan kekuasaan dunia.

 

Banyak cendekiawan dan pemikir Muslim modern memandang bahwa kebangkitan Islam bukan hanya mungkin, tapi juga sangat diperlukan dalam menghadapi krisis moral dan material peradaban kontemporer kapitalisme saat ini yang jelas destruktif.

 

Beberapan peluang kembalinya peradaban Islam dengan berdirinya khilafah Islam adalah : (1) Demografi dunia muslim yang tumbuh pesat dengan populasi Muslim dunia diperkirakan akan menjadi hampir sepertiga dari populasi global pada 2050 (sumber: Pew Research). Populasi muda yang besar membuka potensi bonus demografi, jika disertai pendidikan dan produktivitas yang memadai.

 

Peluang lainnya adalah adanya kebangkitan intelektual dan pendidikan Islam. Meningkatnya kesadaran akan pentingnya ijtihad, sains, dan pemikiran kritis dalam Islam. Lahirnya generasi Muslim intelektual di berbagai bidang: teknologi, sains, ekonomi, dan filsafat. Universitas dan lembaga riset Islam mulai berbenah dan beradaptasi dengan tantangan zaman.

 

Kemajuan ekonomi di dunia Islam juga menunjukkan peluang itu. Negara-negara seperti Turki, Indonesia, Malaysia, Qatar, dan UEA menunjukkan kemajuan signifikan dalam ekonomi dan teknologi. Ekonomi Islam (perbankan syariah, keuangan halal, industri halal) tumbuh pesat secara global, dengan potensi pasar triliunan dolar.

 

Kebangkitan spiritualitas dan moralitas juga menjadi peluang bagi kebangkitan Islam masa depan, menggantikan peradaban destruktif kapitalisme sekuler liberal.  Banyak masyarakat muslim kembali kepada nilai-nilai Islam secara lebih sadar, bukan sekadar simbolik, tetapi juga substantif. Meningkatnya minat pada sistem alternatif berbasis keadilan sosial, tanggung jawab lingkungan, dan ekonomi etis yang semuanya selaras dengan prinsip Islam.

 

Solidaritas umat dan konektivitas global juga menjadi peluang besar bagi kesadaran akan kembalinya khilafah Islam, sebab diantara muslim seluruh dunia bisa menjalin komunikasi karena terkoneksi di dunia digital. Kemajuan teknologi dan media digital mempererat solidaritas dan komunikasi lintas negara Muslim. Gerakan dakwah dan pendidikan Islam mendunia melalui media sosial, platform pembelajaran daring, dan jejaring internasional.

 

Peluang besar kembalinya khilafah yang akan membawa kebaikan Islam ini juga disebabkan oleh adanya krisis moral dan kelelahan ideologi barat yang destruktif.  Kapitalisme dan sekularisme sedang menghadapi krisis legitimasi. Banyak orang di luar dunia Islam mencari sistem nilai yang lebih manusiawi, spiritual, dan adil. Islam dengan prinsip tawhid, keadilan, ukhuwah, dan amanah berpotensi menawarkan solusi.

 

Karena itu perpecahan internal umat (sektarianisme, konflik geopolitik) harus segera diakhiri jika umat ini ingin berjaya kembali dengan khilafahnya. Ketertinggalan dalam iptek dan Inovasi harus terus dikejar oleh generasi umat terbaik ini.  Citra negatif Islam akibat terorisme dan radikalisme harus dihilangkan karena tidak sesuai dengan fakta.  Ketergantungan politik dan ekonomi pada kekuatan asing haram hukumnya, sebab khilafah adalah negara berdaulat.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1066/16/06/25 : 05.36 WIB) 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.