Oleh : Ahmad Sastra
Pasukan Israel mencegat kapal bantuan yang menuju Gaza pada hari Senin
dan menahan penumpangnya. Salah satu yang ditahan adalah aktivis iklim Greta Thunberg.
Ia ditahan di tengah pembatasan akses yang sedang berlangsung ke wilayah
Palestina.
Kapal sipil bernama Madleen yang dioperasikan oleh
Freedom Flotilla Coalition (FFC) itu dihentikan di perairan internasional.
Dilansir dari Newsweek, militer Israel menyatakan bahwa
pencegatan itu merupakan bagian dari tindakan penegakan hukum terkait blokade
laut yang telah berlangsung lama di Gaza. FFC mengatakan kelompok itu berupaya
mengirimkan bantuan kemanusiaan, termasuk makanan, susu formula bayi, dan perlengkapan
medis.
Sebelum ditangkap tentara Israel, dalam rekaman video
yang dirilis oleh FFC, Greta Thunberg menyampaikan kata-kata terakhir.
"Jika Anda melihat video ini, kami telah dicegat dan diculik di perairan
internasional oleh pasukan pendudukan Israel, atau pasukan yang mendukung
Israel," ujarnya.
FFC telah menyarankan para aktivis mempersiapkan diri
terhadap penyadapan dan merekam pesan-pesan terlebih dahulu. Pemerintah Israel
menyatakan bahwa upaya mereka masuk ke Gaza adalah tidak sah dan melanggar
hukum. Thunberg dan kawan-kawan disebut merusak upaya kemanusiaan yang sedang
berlangsung.
Hamas, yang memerintah Gaza, menyebut
penyadapan itu sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional. Hamas
mengatakan para aktivis itu adalah relawan sipil yang bertindak atas dasar
motif kemanusiaan. Kelompok itu menuntut agar segera dibebaskan dan meminta
Perserikatan Bangsa-Bangsa serta organisasi internasional lainnya untuk campur
tangan.
Yahudi Sebagai Kaum Pengkhianat
Bukan hanya pada zaman sekarang kaum yahudi israel itu
sebagai manusia-manusia jahat. Bahkan Al Qur’an telah memberi tahu umat manusia
bahwa kaum Yahudi menjadi kaum yang gemar berbuat makar dan khianat sejak masa
Nabi Musa as, Nabi Isa as dan Nabi Muhammad SAW.
Kaum Yahudi bahkan berbuat khianat kepada bangsa
Palestina yang menampung mereka, di kala dalam sejarahnya banyak negara menolak
dan mengusir kehadiran mereka. Kaum Yahudi mengkhianati Nabi Musa, padahal Nabi
Musa adalah Nabi mereka, yang telah menyelamatkan mereka dari kejaran Firaun.
Saat kaum Yahudi diajak berperang di jalan Allah oleh Nabi Musa, kaum Yahudi
malah menyuruh Nabi Musa berperang sendiri bersama Allah SWT.
Mereka berkata, “Wahai Musa, sesungguhnya kami sampai
kapan pun tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya. Oleh
karena itu, pergilah engkau bersama Tuhanmu, lalu berperanglah kamu berdua.
Sesungguhnya kami tetap berada di sini saja.” (QS Al-Ma'idah Ayat 24)
Kaum Yahudi juga mengkhianati Nabi Isa as.
Sampai-sampai kaum Yahudi menyalib dan membunuh orang yang meraka kira Nabi
Isa. Menurut Tafsir Kementerian Agama, memang kaum
Yahudi itu biasa membangkang terhadap Nabinya, malah kadang-kadang membunuh Nabinya.
(Kami menghukum pula mereka) karena ucapan mereka,
“Sesungguhnya kami telah membunuh Almasih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,”
padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang
mereka bunuh adalah) orang yang menurut mereka menyerupai (Isa). Sesungguhnya
mereka yang berselisih pendapat tentangnya (pembunuhan Isa), selalu dalam
keragu-raguan terhadapnya. Mereka benar-benar tidak mengetahui (siapa
sebenarnya yang dibunuh itu), kecuali mengikuti persangkaan belaka. (Jadi,)
mereka tidak yakin telah membunuhnya. (QS An-Nisa Ayat 157)
Dalam ayat ini orang-orang Yahudi menyangka telah
membunuh Nabi Isa, padahal mereka telah terkecoh dan tertipu oleh tipu daya dan
bualan para pembesar mereka. Terjadi perselisihan sengit antara orang-orang
Yahudi dan Nasrani mengenai perkara Nabi Isa dan kehidupannya. Mereka saling
berselisih tentang hakikat dan risalahnya sebagaimana perselisihan mereka
mengenai kematiannya.
Hal ini mengakibatkan mereka terpecah menjadi banyak
golongan yang semuanya tersesat dan kebingungan dalam memahami hakikat isa
sehingga mereka saling mengkafirkan dan saling menuduh. Mereka membangun akidah
mereka di atas prasangka-prasangka dan dugaan-dugaan dan menyulamnya dengan
dongeng-dongeng dan khurafat.
Namun kenyataannya tidak seperti yang mereka sangka,
mereka sama sekali tidak membunuhnya, bahkan mereka sendiri tidak yakin telah
membunuhnya. Namun dengan kuasa Allah Yang Maha Besar, Dia mengangkatnya ke
langit dalam keadaan hidup dengan ruh dan jasadnya. Allah Maha Perkasa dalam
kuasa-Nya dan Maha Bijaksana dalam pengaturan-Nya. (Tafsir Al-Madinah
Al-Munawwarah/ Markaz Ta'dzhim Alquran).
Maka, jika para Nabinya yang memimpin mereka saja
dibunuh, apalagi hanya seorang Greta Thunberg yang sedang membawa misi
kemanusiaan untuk masyarakat Gaza yang sedang kelaparan akut. Sampai kapanpun
israel tetaplah manusia-manusia jahat yang akan terus menjadi masalah bagi
dunia ini.
Maka, tak layak presiden prabowo malah hendak mengakui
kedaulatan israel, meski jika mereka mengakui kedaulatan palestina sekalipun,
sebab logikanya, penjajah itu dihabisi dan diusir, bukan diberikan tempat di
atas tanah jajahannya untuk mendirikan negara. Penjajah itu diusir, oleh siapa
?. Tentu saja oleh pasukan kaum muslimin dengan jihad. Kaum muslimin harus
merapatkan barisan dan bersatu padu.
Saat Yahudi Diusir Rasulullah SAW
Maka, Rasulullah paham akan masalah yahudi ini dan
beliaupun mengusir mereka dari Madinah. Dari suku-suku Yahudi tersebut, ada
tiga suku besar yang paling santer keberadaannya. Suku atau kabilah itu yakni
Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Ketiganya merupakan suku Yahudi
yang terusir dari Saudi pada era Nabi Muhammad.
Kenapa suku-suku ini terusir dari Arab Saudi pada era
Nabi Muhammad?. Dalam buku berjudul Muhammad karya Martin Lings, Nabi Muhammad
mulanya tiba di Madinah pada 27 September 622 M. Dia hijrah ke kota itu bersama
para pengikutnya dengan dikawal kaum Muslim setempat yang dikenal sebagai
Ansar.
Selama berada di Madinah, Nabi Muhammad ingin membuat
kaum Ansar dan Muhajirin, yakni orang-orang Quraisy dan lainnya yang berhijrah,
hidup akur dan damai. Bukan cuma dua kelompok itu, Rasulullah juga ingin agar
kaum Yahudi di Madinah saling damai dengan Muslim. Dengan harapan tersebut,
Nabi Muhammad akhirnya menyusun perjanjian yang dinamakan Piagam Madinah. Dalam
piagam itu, semua kaum memiliki status yang sama.
Jika seorang Yahudi bersalah, maka ia harus diluruskan
baik oleh Muslim maupun Yahudi. Demikian pula sebaliknya. Piagam itu pada dasarnya
mengatur tentang perdamaian dan keesaan Tuhan, yakni mengembalikan segala
permasalahan kepada Allah melalui Rasul-Nya.
Kaum Yahudi menerima perjanjian tersebut karena alasan
politis. Mereka menilai Nabi Muhammad adalah orang yang paling berkuasa di
Madinah. Mereka juga memprediksi bahwa kekuasaan Rasulullah akan meningkat di
sana sehingga mau tak mau harus ikut dalam perjanjian.
Namun demikian, hanya sedikit dari mereka yang mau
menerima bahwa Tuhan mengutus nabi yang bukan orang Yahudi. Mereka dinilai
bermuka dua dengan berpura-pura baik di luar namun meragukan Nabi Muhammad di
belakang atau di dalam hatinya.
Pada Maret 624 M, Nabi Muhammad pulang ke Madinah usai
memenangkan Perang Badar melawan kaum Quraisy. Beliau menemui orang-orang Bani
Qaynuqa di pasar dan mengingatkan tentang azab Allah kepada kaum Quraisy. Nabi
Muhammad ingin agar kaum Qaynuqa mengambil pelajaran dari Perang Badar sehingga
tak mengalami hal serupa layaknya kaum Quraisy.
Namun, salah seorang Bani Qaynuqa dengan congkak tak
mau mendengar nasihat Nabi Muhammad. Dia justru berkata bahwa kaumnya bisa
menang apabila mereka melawan pasukan Rasulullah. Bani Qaynuqa pun menjadi suku
Yahudi pertama yang melanggar perjanjian dan diusir oleh Nabi Muhammad.
Sebelum pengusiran, Qaynuqa dikepung selama 15 hari.
Nabi Muhammad awalnya ingin menghabisi kaum itu. Akan tetapi, kepala suku Bani
Khazraj, Abdullah bin Ubayy, yang merupakan warga suku Ansar, meminta
Rasulullah bersikap baik terhadap kaum sekutunya.
Awalnya Nabi Muhammad menolak, namun ia luluh karena
Abdullah menggenggam erat-erat tangannya. Rasulullah pun akhirnya berjanji
menjamin nyawa kaum Qaynuqa namun tetap memintanya meninggalkan Madinah.
Nah, jika Rasulullah saja mengusir yahudi dari
Madinah, maka saat ini mengusir israel dari tanah Palestina hukumnya wajib dan
haram memberikan sejengkal tanah Palestina kepada mereka. Yang seharusnya
dilalukan oleh para pemimpin negeri-negeri muslim adalah menyatukan langkah
untuk berjihad mengusir israel dari tanah Palestina. Sejak dulu yahudi tidak
punya bahasa damai, mereka hanya mengenal bahasa perang.
Usir israel dengan Jihad dan Khilafah
Bagi seorang muslim, persoalan Palestina bukanlah
persoalan sekedar persoalan kemanusiaan, kolonialisme dan kezaliman, namun
lebih dari itu adalah persoalan agama, yakni persoalan aqidah, syariah dan
politik Islam. Umat Islam wajib melek politik Islam dalam melihat krisis
palestina, bukan sekedar dari sisi solidaritas kemanusiaan.
Dikatakan sebagai persoalan aqidah karena Masjidil
Aqsa (Palestina) adalah tanah suci ketiga bagi kaum Muslimin. “Nabi pernah
bersabda, tidak ada perjalanan yang sengaja ke masjid kecuali ke Masjidil
Haram, masjidku (Masjid Nabawi, red) dan Masjidil Aqsa. Jadi tanah Palestina
juga tanah yang diberkati.Dikatakan sebagai persoalan syariah Islam, karena
ajaran Islam sangat mengharamkan berbagai bentuk penjahahan, ketidakadilan,
kezaliman dan kemungkaran.
Keharaman atas segala bentuk penjajahan dibuktikan
oleh umat Islam yang sejak awal telah menjadi garda terdepan dalam mengusir
penjajah Belanda dan Portugis dari tanah pertiwi ini. Kemerdekaan RI sebagai
rahmat dari Allah adalah merupakan jerih payah para kyai dan santri yang dengan
gigih angkat senjata berjihad melawan penjajah.
Bahkan oleh KH Hasyim Asyari pernah dicetuskan
resolusi jihad. Artinya jihad adalah kemuliaan kaum muslimin, sekaligus solusi
terbaik atas adanya penjajahan. Jihad adalah kemuliaan, bukan radikalisme
apalagi terorisme sebagaimana tuduhan para kafir penjajaha dan antek-anteknya.
Begitupun yang kini terjadi di Palestina, dimana
anak-anak yang tak berdosa menjadi korban kebiadaban zionis Israel. Islam
sendiri melarang pembunuhan, bahkan dinyakan jika terbunuh seorang muslim tanpa
hak, disamakan dengan membunuh semua umat manusia. Ini membuktikan bahwa
syariat Islam bukan hanya persoalan kemanusiaan, namun lebih dari itu adalah
persoalan syariah.
Jika ditinjau dari perspektif politik Islam, maka bisa
ditelusuri secara historis bahwa penjajahan zionis atas palestina adalah ketika
umat Islam kehilangan pelindungnya, yakni khilafah Islamiyah. Sebab ketika
masih ada khilafah, negeri Palestina mendapat perlindungan maksimal dari
berbagai bentuk ancaman.
Bahkan Khalifah Umar bin Khaththab ra, memberikan
amanah kepada kaum muslimin untuk melindungi kaum Nashrani dari ancaman Yahudi
dengan mencegah Yahudi tinggal di Palestina. Hal itu dituangkan dalam
Perjanjian Umariyah/Perjanjian Illiya tatkala penduduk Palestina yang semuanya
Nashrani menyerahkan secara sukarela tanahnya kepada kaum Muslimin.
Ketika khilafah islamiyah runtuh pada tahun 1924, maka
tak ada lagi perlindungan atas bumi Palestina yang diberkahi itu. Sebaliknya,
dengan leluasa zionis Israel terus melakukan berbagai bentuk kezaliman atas
kaum muslimin dan bahkan merubut tanah-tanah palestina sedikit demi sedikit.
Palestina adalah persoalan umat Islam sedunia, karena tanah Palestina adalah
milik umat Islam.
Persoalan pokok Palestina itu adalah adanya penjajah
Israel yang merampas tanah kaum muslimin dan melakukan pendudukan dan
penjajahan. Jadi perjuangan ini harus fokus pada bagaimana agar Israel terusir
dan lenyap dari Palestina. Perjuangan untuk membuat mundur Israel dari tanah
Palestina, tidak mungkin bisa diraih dengan perdamaian, diplomasi atau
perjuangan orang perorang.
Mengapa perdamaian bukan merupakan opsi solusi atas
krisis Palestina Israel, sebab perdamaian mensyaratkan dua hal : pengakuan
eksistensi negara penjajah Israel dan yang kedua Israel dan Palestina akan
menjadi dua negara yang berdampingan. Jalan satu-satunya adalah jihad fi
Sabilillah mengusir zionis dari bumi Palestina, sebagai dahulu para pahlawan
mengusir penjajah Belanda dan Portugis dari bumi Indonesia.
Menghapi imperialisme negara tidaklah bisa dilakukan
oleh orang perorang, namun idealnya harus dihadapi lagi oleh sebuah institusi
negara. Untuk itu adalah keharusan negeri-negeri muslim segera bertobat kepada
Allah, lantas bangki dan bersatu padu melawan segala bentuk penjajahan. Jika
dahulu khilafah Islam mampu melindungi Palestina, karena semua negeri muslim bersatu
padu, tidak tercerai berai.
Membantu Palestina dengan lantunan doa, harta dan
gerakan solidaritas tidaklah sia-sia, insyaaallah mendapat pahala dari Allah.
Namun semua itu bukanlah solusi fundamental atas krisis Palestina. Sebab
persoalan Palestina adalah masalah penjajahan yang harus diusir dari negeri
para Nabi itu.
Ilustrasinya sederhana, jika ada saudara kita sedang
disiksa dan mau dibunuh oleh penjahat, bantuan apa yang paling tepat untuk
saudara kita itu. Membantu makanan tentu tidak tepat, sebab saat disiksa dan
hendak dibunuh, dia tidak butuh makanan. Bantuan terbaik adalah membantu
melawan dan mengalahkan penjahat itu, hingga teman kita terbebas dari kejahatan
tersebut.
Namun perlu diingat juga bahwa dalam setiap peristiwa
penjajahan negara atas negara, akan ada saja orang-orang yang justru berkhianat
menjadi antek dan budak penjajah untuk mendapatkan seonggok dunia. Dahulu di
zaman penjajahan belanda dan postugis maupun jepang juga muncul para
pengkhianat yang rela makan tulang saudaranya sendiri. Dalam kasus palestina juga
jangan kaget jika ada rakyat Indonesia yang justru memuja penjajah zionis dan
membenci palestina, merekalah para pengkhianat itu.
Akhirnya, oleh karena yang kita hadapi adalah
negara-negara imperialis, maka kekuatan yang seimbang itu tidak ada yang lain
kecuali Daulah Khilafah Islam. Negara global yang menyatukan kaum muslim.
Daulah Khilafah ini nanti akan menyerukan jihad fi sabilillah kepada kaum
muslim seluruh dunia untuk membebaskan Palestina. Perlu kita catat, Palestina
saat dibebaskan oleh Sholahuddin al Ayyubi pada saat kaum muslim memiliki
Daulah Khilafah Islam.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1059/10/06/25 : 05.33
WIB)