Oleh : Ahmad Sastra
Dalam ajaran Islam, menjaga lingkungan
adalah bagian dari iman dan manifestasi ketaatan kepada Allah SWT. Lingkungan
bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga amanah yang harus dijaga demi
keberlangsungan hidup semua makhluk. Islam memberikan perintah tegas untuk
memelihara alam dan larangan keras terhadap perusakan lingkungan.
Dalam perspektif Islam, keberkahan ekologi
mencerminkan keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Islam tidak memisahkan kehidupan spiritual dengan lingkungan; justru
menempatkan tanggung jawab menjaga alam sebagai bagian integral dari ibadah
kepada Allah SWT.
Islam melarang keras tindakan merusak
setelah adanya perbaikan atau keteraturan dalam suatu sistem alam. Hal ini
sebagaimana firman Allah : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi
setelah Allah memperbaikinya...” (QS. Al-A'raf: 56).
Dalam banyak hadis, Rasulullah SAW
mencontohkan cara menjaga sumber daya alam, misalnya larangan mencemari air
dengan sabdanya : “Janganlah salah
seorang dari kalian kencing di air yang tenang dan tidak mengalir, kemudian
mandi di dalamnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain masalah penjagaan air, Islam sangat
menganjurkan penghijauan dan menjaga kelestarian tanaman. Hal ini sebagaimana
disabdakan oleh Rasulullah : “Tidaklah
seorang Muslim menanam suatu tanaman atau pohon, lalu dimakan oleh burung,
manusia, atau hewan, kecuali itu menjadi sedekah baginya. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Penggunaan sumber daya yang berlebihan
tanpa keperluan adalah perbuatan yang tercela dalam ajaran Islam. hal ini
ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya : “Sesungguhnya orang-orang yang boros
itu adalah saudara-saudara setan...” (QS. Al-Isra: 27)
Rasulullah melarang perbuatan yang mengakibatkan
rusaknya tanah atau mengganggu habitat makhluk lain. Dalam sebuah hadis: “Barang
siapa membunuh burung atau makhluk hidup lain tanpa alasan yang dibenarkan,
maka Allah akan meminta pertanggungjawabannya pada hari kiamat.” (HR.
An-Nasa’i)
Islam sangat menekankan pentingnya menjaga
lingkungan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan tanggung jawab sebagai
khalifah di bumi. Setiap bentuk perusakan — baik terhadap air, tanah, udara,
maupun makhluk hidup — merupakan pelanggaran syariat. Menjaga lingkungan bukan
hanya tindakan sosial, tapi juga amal ibadah yang berpahala besar.
Prinsip tauhid (keimanan kepada Allah)
menjadi landasan paling fundamental dalam Islam dalam memandang dan menyikapi
segala sesuatu, termasuk dalam hal ini adalah masalah ekologi. Tauhid menegaskan bahwa segala sesuatu di alam
semesta adalah ciptaan Allah. Oleh karena itu, merusak alam sama saja dengan
tidak menghormati ciptaan-Nya.
Hal ini sebagaimana Allah firmankan : “Langit
dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya adalah kepunyaan-Nya” (QS. Maryam:
65). Implikasi ayat ini adalah bahwa mengelola alam harus dilandasi kesadaran
bahwa manusia bukan pemilik, tetapi hanya khalifah (wakil) yang diberi amanah
oleh Allah.
Islam menegaskan bahwa manusia diberi
mandat sebagai khalifah fil ardh (pemelihara bumi), bukan penguasa yang
semena-mena. Allah menegaskan dalam Al Qur’an : "Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.’" (QS. Al-Baqarah: 30). Implikasi ayat ini
adalah bahwa manusia harus mengelola sumber daya alam secara adil,
berkelanjutan, dan bertanggung jawab.
Alam diciptakan oleh Allah dalam
keseimbangan (mizan), dan karena itu Allah melarang manusia merusak keseimbangan yang telah Allah
ciptakan. Demikian sebagaimana firmanNya
: “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keseimbangan),
supaya kamu jangan merusak keseimbangan itu” (QS. Ar-Rahman: 7–9). Implikasi
ayat ini adalah bahwa ekosistem yang stabil mencerminkan keberkahan. Ketika
manusia merusak mizan (misal: deforestasi, polusi), maka keberkahan akan
hilang.
Islam juga melarang tindakan israf dan
tabzir (pemborosan dan berlebihan). Islam sangat menekankan prinsip efisiensi
dan kesederhanaan dalam penggunaan sumber daya. Allah menekankan dalam firmanNya
: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS.
Al-Isra: 27). Implikasi ayat ini adalah bahwa gaya hidup konsumtif merusak
lingkungan dan menghilangkan keberkahan.
Agar terwujud keberkahan ekologi, Islam
selalu berorientasi pada penjagaan Maqasid al-Syari’ah dalam setiap aturan
perilaku dan sikap. Salah satu tujuan syariat Islam adalah hifz al-bi’ah
(menjaga lingkungan), yang termasuk dalam perlindungan terhadap kehidupan (hifz
al-nafs), akal, dan keturunan.
Beberapa bentuk nyata dalam mewujudkan
keberkahan ekologi, diantaranya adalah (1)
Mengurangi penggunaan plastik dan limbah beracun (2) Mengembangkan
energi terbarukan yang ramah lingkungan (3) Menanam pohon dan merawat hutan (5)
Memperkuat pendidikan lingkungan berbasis nilai-nilai Islam (5) Menggalakkan
eco-masjid dan kegiatan dakwah lingkungan.
Selain itu, keberkahan ekologi bisa
diwujudkan jika negeri ini menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam rangka
mengelola sumber daya alam, khususnya dalam hal ekplorasi tambang dan
sejenisnya. Islam memandang bahwa sumber daya alam adalah milik umum (milkiyah amah),
yang harus dikelola negara untuk kemakmuran rakyat. Haram hukumnya sumber daya
alam diserahkan ke swasta, apalagi asing.
Dengan sistem Islam inilah keberkahan
ekologi bisa terwujud. Sementara jika masih menerapkan sistem kapitalisme
oligarki, maka negeri ini akan terus mengalami berbagai bentuk bencana akibat
kerusakan ekologi karena dikelola oleh oligarki yang serakah dan rakus.
Keberkahan ekologi dalam Islam terwujud
ketika manusia menjalankan peran sebagai khalifah dengan menjaga keseimbangan
alam, tidak berlebihan, dan menjadikan pengelolaan lingkungan sebagai bagian
dari ketaatan kepada Allah. Islam menawarkan paradigma ekologis yang tidak
hanya rasional tetapi juga spiritual, menciptakan harmoni antara manusia, alam,
dan Sang Pencipta yakni dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah.
Maka, jika keimanan dan ketaqwaan
dijadikan sebagai landasan paradigmatic dalam mengelola lingkungan, Allah akan
menurunkan keberkahaannya. Hal ini sejalan dengan firmanNya : Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf : 96)
(Ahmad Sastra, Kota Hujan,
No.1060/10/06/25 : 06/02 WIB)