Oleh : Ahmad Sastra
Sistem kapitalisme yang melahirkan oligarki
rakus dan serakah selalu menjadi perusak lingkungan. Kapitalisme adalah bentuk sistem ekonomi dan
politik di mana kekayaan serta kekuasaan terkonsentrasi di tangan segelintir
elite (oligarki). Sistem kapitalistik yang mendasarinya mendorong eksploitasi
sumber daya alam secara besar-besaran demi keuntungan materi semata,
mengabaikan etika agama dan nilai kemanusiaan.
Kapitalisme adalah sistem ekonomi di mana
produksi dan distribusi barang serta jasa dikendalikan oleh pemilik modal
swasta dengan tujuan utama meraih keuntungan. Dalam sistem rusak ini, keuntungan
jangka pendek sering diutamakan, bahkan jika mengorbankan lingkungan. Sistem ini
menimbulkan eksternalitas negatif, seperti polusi dan deforestasi, sering tidak
diperhitungkan dalam biaya produksi.
Oligarki sebagai anak kandung kapitalisme dalam
konteks ini berarti kekuasaan ekonomi dan politik dikendalikan oleh segelintir
orang atau korporasi besar. Kelompok ini sering memengaruhi kebijakan publik
agar menguntungkan mereka, termasuk melonggarkan regulasi lingkungan. Mereka
bisa menggunakan lobi, kampanye politik, dan media untuk mempertahankan status
quo dan menghindari tanggung jawab ekologis.
Dampak gabungan dari kapitalisme yang
rakus dan kekuasaan oligarkis menciptakan berbagai kerusakan lingkungan. Misalnya,
deforestasi untuk pertanian komersial atau tambang. Pencemaran udara dan air
oleh industri. Perubahan iklim akibat pembakaran bahan bakar fosil. Eksploitasi
berlebih terhadap lahan, laut, dan keanekaragaman hayati.
Contoh nyata kejahatan akibat kerakusan
oligarki adalah perusahaan minyak besar yang terus mengebor wilayah sensitif
secara ekologis meskipun ada peringatan ilmiah. Konglomerat agribisnis yang membuka
lahan sawit dengan membakar hutan tropis. Pemerintah yang membiarkan tambang
merusak tanah adat demi “investasi”.
Kerakusan oligarki atas eksploitasi
lingkungan adalah salah satu faktor utama penyebab krisis ekologis global.
Dalam banyak kasus, segelintir elite ekonomi dan politik memanfaatkan kekuasaan
mereka untuk menguras sumber daya alam demi keuntungan pribadi, sering kali
dengan mengorbankan kesejahteraan masyarakat luas dan keberlanjutan lingkungan.
Oligarki adalah bentuk kekuasaan yang
dikendalikan oleh kelompok kecil, biasanya elite kaya dan berpengaruh secara
politik. Ambisi tak terbatas untuk menumpuk kekayaan melalui penguasaan tanah,
tambang, hutan, dan sumber daya alam lainnya adalah karena karakter rakus dan
serakah kaum oligarki ini. Pengejaran keuntungan jangka pendek tanpa
mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan masyarakat.
Korporasi raksasa mengambil alih ribuan
hektar tanah untuk perkebunan monokultur (seperti sawit dan tebu). Oligarki
dengan pongahnya sering mengusir masyarakat adat dan petani kecil. Proyek infrastruktur
skala besar seperti bendungan, tambang, dan kawasan industri yang merusak
lingkungan lokal dan melanggar hak-hak komunitas.
Kerakusan kaum oligaki ini sering tidak
mendapat hambatan karena memiliki koneksi langsung ke kekuasaan politik. Mereka
mampu membentuk undang-undang, meloloskan izin, dan menghindari sanksi hukum. Aparat
negara sering kali justru melindungi kepentingan korporat, bukan rakyat.
Dampak sosial dan ekologis akibat
kerakusan kaum oligarki ini adalah adanya
ketimpangan ekonomi yang makin tajam. Sering juga terjadi konflik
agraria dan kriminalisasi terhadap pembela lingkungan. Bahkan kerakusan
oligakri juga sering menimbulkan krisis iklim global dan kehilangan
keanekaragaman hayati di semua belahan dunia, khususnya negara berkembang yang
menerapkan kapitalisme dan dijajah oligarki, Indonesia termasuk kategori ini.
Kerusakan ekologi akibat ulah tangan
manusia adalah salah satu ancaman terbesar terhadap kehidupan di Bumi saat ini.
Manusia, sebagai makhluk dominan dalam ekosistem, telah melakukan eksploitasi
besar-besaran terhadap alam demi pembangunan, industri, dan konsumsi yang
menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, punahnya spesies, dan krisis iklim.
Hal ini dengan tegas disinggung oleh Allah
melalui firmanNya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS
Ar Rum : 41)
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama
Saudi Arabia menjelaskan ayat ini dengan menegaskan bahwa telah terlihat
kerusakan di daratan dan di lautan seperti kekeringan, minimnya hujan,
banyaknya penyakit dan wabah, yang semua itu disebabkan kemaksiatan-kemaksiaan
yang dilakukan oleh manusia, agar mereka mendapatkan hukuman dari sebagian
perbuatan mereka di dunia, supaya mereka bertaubat kepada Allah dan kembali
kepadaNya dengan meninggalkan kemaksiatan, selanjutnya keadaan mereka akan
membaik dan urusan mereka menjadi lurus.
Dalam Tafsir Ibn Katsir, diriwayatkan dari
Ibnu Abbas dan Ikrimah bahwa yang dimaksud “Al-bahr” adalah negeri-negeri dan
kota-kota yang terletak di pinggir sungai. Ulama’ lainnya berkata bahwa yang
dimaksud dengan “Al-barru” adalah daratan yang sudah diketahui dan “Al-Bahr”
adalah lautan yang sudah diketahui.
Diriwayatkan dari Mujahid tentang
firmanNya: (Telah tampak kerusakan di darat dan di laut) dia berkata bahwa yang
dimaksud dengan rusaknya daratan adalah terbunuhnya anak cucu nabi Adam, dan
yang dimaksud dengan rusaknya lautan adalah banyaknya bahtera yang dirampok.
Makna firman Allah SWT: (Telah tampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia) yaitu
dengan berkurangnya hasil tanaman dan buah-buahan karena perbuatan maksiat.
Oleh karena itu disebutkan dalam hadits
shahih,”Apabila seorang yang durhaka mati, maka merasa gembiralah semua hamba,
negeri, pepohonan, dan hewan-hewan dengan hal itu" Malik meriwayatkan dari
Zaid bin Aslam bahwa yang dimaksud dengan kerusakan di sini adalah kemusyrikan,
tetapi pendapat ini perlu dilihat lagi.
Firman Allah SWT: (supaya Allah merasakan
kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka) yaitu, agar Allah
menguji mereka dengan berkurangnya harta, jiwa, hasil buah-buahan sebagai suatu
kehendak dan balasan dari Allah bagi perbuatan mereka (agar mereka kembali (ke
jalan yang benar)) yaitu dari perbuatan-perbuatan maksiat, sebagaimana Allah
SWT berfirman: (Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan
(bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)
(Ahmad Sastra, Kota Hujan,
No.1058/08/06/25 : 20.55 WIB)