Oleh : Ahmad Sastra
Sindikat penjualan bayi adalah istilah yang mengacu pada jaringan
terorganisir yang secara ilegal memperjualbelikan bayi atau anak-anak untuk
berbagai tujuan, seperti adopsi ilegal, eksploitasi tenaga kerja, perdagangan
manusia, atau bahkan kejahatan seksual. Ini merupakan kejahatan serius dan
pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Di Indonesia, kejahatan kemanusiaan
kembali terjadi, dan kali ini melibatkan bayi-bayi tak berdosa. Polda Jawa
Barat mengungkap sindikat perdagangan bayi yang dijual ke luar negeri, termasuk
ke Singapura. Modusnya begitu sistematis, dipesan sejak masih dalam
kandungan, dirawat di rumah penampungan, hingga difasilitasi dokumen palsu
untuk diberangkatkan ke luar negeri.
Direktorat Reserse
Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat tengah memburu tiga orang yang
kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), setelah sebelumnya menetapkan 13
tersangka dalam kasus dugaan sindikat perdagangan bayi ke Singapura.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan di Bandung, Kamis, 17 Juli
2025, menyatakan bahwa para DPO ini memiliki peran penting, mulai dari agensi
adopsi ilegal, pembuat dokumen palsu, hingga penampung bayi.
Dalam pengungkapan kasus tersebut, kata dia, pihaknya telah mengamankan 13
tersangka serta menyelamatkan enam bayi yang akan dikirim ke Singapura.
Hingga saat ini sebanyak 25 bayi telah menjadi korban penjualan ke Singapura
oleh sindikat perdagangan bayi sejak 2023 silam.
Mengapa Sindikat
Penjualan Bayi Terjadi ?. Beberapa faktor penyebab sindikat ini muncul antara
lain: pertama, Kemiskinan dan ketimpangan sosial. Orang tua yang miskin bisa
menjadi sasaran sindikat. Kedua, kurangnya pengawasan pemerintah terhadap
proses adopsi. Ketiga, permintaan tinggi akan adopsi bayi, baik legal maupun
ilegal. Keempat, korupsi di lembaga-lembaga tertentu, termasuk rumah sakit,
lembaga sosial, dan imigrasi. Kelima, ketiadaan data kependudukan yang akurat
sehingga bayi bisa "dijual" tanpa jejak hukum.
Modus operandi umum
sindikat adalah dimulai dari rekrutmen ibu hamil yang tidak mampu secara
ekonomi atau ingin menyerahkan bayi mereka. Berikutnya adalah kolaborasi dengan
oknum medis di rumah sakit atau bidan untuk melahirkan secara diam-diam. Modul
operandinya juga bisa berupa pemalsuan dokumen kelahiran, identitas orang tua,
dan dokumen adopsi. Bisa juga berupa distribusi bayi kepada pihak pembeli di
dalam atau luar negeri. Bahkan modusnya bisa berupa pelibatan oknum hukum atau
lembaga sosial untuk melegalkan proses secara ilegal.
Di Indonesia, kegiatan
semacam ini dapat dijerat dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, KUHP Pasal 330 & 332 (penculikan anak) dan UU Adopsi &
Pengangkatan Anak (dengan pengawasan ketat oleh Kementerian Sosial).
Bagaimana mencegah dan
mengatasinya? Pertama, edukasi masyarakat, terutama perempuan dan keluarga
berisiko. Kedua, memperkuat sistem adopsi legal dan transparan. Ketiga, kerja
sama lintas negara dan lembaga dalam penegakan hukum. Keempat, pelaporan aktif
masyarakat jika melihat indikasi penjualan anak.
Penjualan bayi adalah
bagian dari akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini. Korelasi
antara kapitalisme dan sindikat penjualan bayi dapat dipahami dari cara sistem
kapitalis menciptakan kondisi sosial-ekonomi dan budaya yang memungkinkan atau
bahkan mendorong praktik-praktik eksploitatif terhadap manusia, termasuk bayi.
Dalam sistem
kapitalisme, Segala sesuatu berpotensi menjadi komoditas, termasuk tubuh
manusia. Penjualan bayi adalah bentuk paling ekstrem dari komodifikasi manusia,
di mana bayi tidak lagi dipandang sebagai makhluk hidup yang memiliki hak,
tetapi sebagai “produk” yang bisa dijual-belikan untuk keuntungan.
Contoh korelasinya: (1) Bayi dijual untuk adopsi privat dengan biaya
tinggi oleh keluarga kaya. (2) Bayi dijadikan objek dalam industri surrogacy
(ibu pengganti) yang sangat dikomersialkan. (3) Ada permintaan tinggi terhadap
bayi "sehat", terutama dari negara kaya → muncul sindikat untuk
memenuhi pasar ini. Kapitalisme
menciptakan jurang lebar antara kaya dan miskin.
Pihak Miskin |
Pihak Kaya |
Menjadi
korban sindikat karena terdesak kebutuhan ekonomi |
Menjadi
konsumen, membeli bayi untuk adopsi atau tujuan lain |
Dapat
dimanipulasi untuk menjual bayi |
Menggunakan
kekuatan uang untuk menghindari proses hukum atau etika |
Solusi Islam
Dalam Islam,
jual beli bayi atau anak merupakan perbuatan yang sangat dilarang dan termasuk
dosa besar, karena bertentangan dengan prinsip kemuliaan manusia, perlindungan
anak, dan keadilan sosial. Islam memiliki pandangan yang sangat tegas dalam
menjaga hak-hak anak dan melarang segala bentuk eksploitasi manusia.
Prinsip Islam dalam mengatasi sindikat jual beli bayi.
Pertama, menjaga kehormatan dan keturunan (hifzh al-nasl). Dalam Maqashid
al-Shariah (tujuan utama syariat), menjaga nasab (garis keturunan) adalah
kewajiban utama. Sindikat jual-beli bayi merusak silsilah keturunan dan
menciptakan kekacauan dalam hukum waris, perwalian, dan identitas anak.
Allah
berfirman : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
Kami-lah yang memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.”
(QS. Al-Isra: 31). Islam tidak hanya melarang pembunuhan fisik, tetapi juga
tindakan yang merampas hak hidup yang layak, termasuk dengan menjual anak.
Kedua, larangan memperdagangkan manusia. Jual beli
bayi termasuk dalam perdagangan manusia, yang dalam Islam setara dengan
perbudakan – sebuah praktik yang sangat dikutuk. Hal ini sejelan dengan firman
Allah : "Dan orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sesungguhnya mereka itu menelan api sepenuh perut mereka." (QS. An-Nisa:
10)
Ketiga, sanksi tegas bagi pelaku. Dalam Islam, pelaku
jual beli bayi bisa dikategorikan sebagai: Mukharrib (perusak masyarakat) yang
layak dikenakan hudud atau ta'zir. Pengkhianat amanah yakni jika
pelaku adalah orang tua, bidan, atau lembaga sosial. Pembuat dokumen palsu yang
dihukumi sebagai penipu dan pelanggar hak anak. Ulama sepakat bahwa ta'zir
(hukuman berdasarkan kebijakan hakim) dapat diberlakukan sangat berat pada
pelaku kejahatan seperti ini, hingga ke tingkat penjara jangka panjang atau
bahkan hukuman mati dalam konteks perusakan sosial yang besar.
Berikut
langkah-langkah preventif dan solutif dalam Islam:
Masalah |
Solusi Islam |
Kemiskinan
ibu hamil |
Kewajiban
zakat dan sedekah untuk membantu mustahik, termasuk perempuan hamil dan anak
yatim |
Anak tanpa
wali sah |
Sistem kafalah
(pengasuhan anak tanpa menghilangkan nasab aslinya) |
Adopsi
ilegal |
Islam
memperbolehkan kafalah bukan adopsi formal, untuk menjaga identitas
anak |
Perdagangan
manusia |
Penerapan
hukum pidana syariah dan peran pemerintah sebagai wali amr |
Peran Umat
Islam yang bisa dilakukan, pertama, ulama dan masjid dengan memberikan edukasi kepada
masyarakat tentang haramnya praktik jual beli anak. Kedua, lembaga zakat &
baitul mal dengan membantu keluarga miskin agar tidak terdorong menjual anak. Ketiga,
negara Islam (khilafah) dengan menegakkan hukum dan memberikan perlindungan
penuh terhadap anak-anak. Keempat, masyarakat muslim: Melaporkan indikasi
praktik ilegal dan menjaga lingkungan sosial.
(Ahmad
Sastra, Kota Hujan, 1081/21/07/25 : 14.23 WIB)