KETIKA DEBU-DEBU AL-WAHN MENUTUPI IZZAH PARA PEMIMPIN NEGERI MUSLIM



 

Oleh: Ahmad Sastra

 

Sejak Oktober 2023, dunia menyaksikan tragedi kemanusiaan yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir: genosida brutal terhadap rakyat Gaza. Ribuan anak-anak terbunuh, rumah sakit dibombardir, dan blokade total menghancurkan kehidupan warga sipil.

Namun, di tengah jerit kesakitan itu, dunia Muslim tampak seperti tenggelam dalam kebisuan. Di mana para pemimpin negeri-negeri Islam? Mengapa umat terbesar kedua di dunia ini tidak mampu menghentikan tragedi kemanusiaan yang begitu nyata?. Jawabannya terletak pada satu kata kunci: al-wahn.

 

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud: "Akan datang suatu masa di mana umat-umat akan bersatu menyerang kalian seperti orang-orang yang mengerubuti hidangan. Salah seorang sahabat bertanya: ‘Apakah karena jumlah kami sedikit pada waktu itu, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Bahkan kalian pada saat itu banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan. Dan Allah mencabut rasa takut dari musuh terhadap kalian, dan Allah menanamkan dalam hati kalian al-wahn.’ Seseorang bertanya: ‘Apakah al-wahn itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Cinta dunia dan takut mati.’"

 

Hadis ini bukan sekadar nubuat, melainkan cerminan realitas umat Islam hari ini. Para pemimpin Muslim, dengan kekuatan militer, ekonomi, dan populasi yang besar, justru kehilangan keberanian untuk melawan kezaliman karena telah diliputi "debu-debu al-wahn". Izzah (kemuliaan) yang dahulu melekat pada para khalifah dan pemimpin Muslim kini terkikis oleh kepentingan politik, ekonomi, dan ketakutan akan kehilangan kekuasaan.

 

Negara-negara Islam, baik yang berada di Timur Tengah maupun di Asia, memiliki sumber daya luar biasa—dari minyak, militer, hingga kekuatan diplomatik. Namun ketika rakyat Gaza dibantai secara terbuka, responsnya hanya sebatas kecaman, doa bersama, atau bantuan kemanusiaan terbatas. Tidak ada langkah konkret untuk menghentikan mesin perang Israel.

 

Mengapa? Karena al-wahn telah menutup mata dan hati para pemimpin Muslim. Ketika cinta dunia lebih dominan dari keberanian membela kebenaran, maka kemanusiaan pun dijual demi stabilitas ekonomi dan hubungan bilateral dengan negara-negara besar.

 

Ketika Izzah Hilang, Penindasan Jadi Hal Biasa

Izzah, atau kemuliaan, adalah karakter inheren dalam diri seorang Muslim yang beriman. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman: "Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin..." (QS. Al-Munafiqun: 8)

 

Namun, kekuatan ini bukanlah kekuatan fisik semata. Ia lahir dari keyakinan, keberanian, dan keteguhan dalam memperjuangkan keadilan. Ketika para pemimpin Muslim kehilangan izzah, mereka menjadi tawanan diplomasi palsu dan retorika kosong. Mereka lebih takut kehilangan investasi asing daripada kehilangan nyawa jutaan saudara seiman di Palestina.

 

Genosida Gaza: Akibat Nyata dari Penyakit Al-Wahn

 

Apa yang terjadi di Gaza adalah ujian bagi seluruh dunia Islam. Ini bukan sekadar konflik geopolitik, tetapi tragedi moral dan spiritual. Ketika umat Islam hanya menjadi penonton dalam pembantaian sistematis rakyat Gaza, maka sesungguhnya mereka sedang menggali kubur bagi harga diri mereka sendiri.

 

Sebagian pemimpin bahkan terjebak dalam narasi Barat yang menyamakan perjuangan Hamas dengan terorisme, padahal jelas sekali bahwa rakyat Palestina sedang mempertahankan tanah dan kehormatan mereka. Ironisnya, negara-negara yang mengklaim sebagai "pelindung Islam" justru menjalin hubungan normalisasi dengan Israel, menjadikan genosida di Gaza sebagai "harga yang bisa dinegosiasikan".

 

Meski para pemimpin diam, umat Islam di akar rumput menunjukkan solidaritas yang luar biasa. Demonstrasi besar-besaran, boikot produk, bantuan kemanusiaan, dan gerakan media sosial terus bergulir. Ini menandakan bahwa ruh izzah belum sepenuhnya mati.

 

Namun, perubahan sejati hanya akan terjadi ketika penyakit al-wahn disembuhkan dari tubuh umat—terutama dari para pemimpinnya. Umat Islam harus menuntut pemimpin mereka untuk kembali kepada prinsip keadilan dan keberanian. Dunia tidak butuh pemimpin Muslim yang hanya pandai bersilat kata, tetapi yang siap berdiri melawan kezaliman walau harus menghadapi risiko besar.

 

Ketika debu-debu penyakit al-wahn menutupi izzah para pemimpin Muslim, maka jangan heran jika genosida di Gaza terus berlangsung tanpa perlawanan berarti. Ini adalah refleksi dari krisis kepemimpinan dan krisis spiritual yang mendalam.

 

Namun selama umat masih peduli, masih marah, dan masih bergerak—maka harapan untuk menghidupkan kembali izzah itu tetap ada. Dan ketika umat Islam kembali memegang izzah mereka, maka dunia akan kembali menyaksikan kebangkitan kekuatan yang tidak hanya besar secara jumlah, tapi juga agung dalam keberanian dan keadilan.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1145/22/09/25 : 21.22 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad