Oleh : Ahmad Sastra
Di antara bebatuan yang mengalun doa,
dan angin yang membawa salam para nabi,
Palestina berdiri, meski terluka,
menyimpan cahaya dalam sunyi.
Langitnya pernah menyaksikan mi’raj agung,
tanahnya disentuh jejak para utusan,
ia bukan sekadar tanah
ia saksi janji dan perjanjian zaman.
Namun kini, kaki-kaki datang membawa bising,
bukan untuk sujud,
melainkan menginjak dengan bayang keangkuhan,
melupa bahwa ini tanah yang disucikan.
Wahai mereka yang datang tanpa hormat,
Sadarkah kalian sedang berjalan di bumi para nabi?
Tanah ini bukan milik penjajah yahudi,
Ia milik nurani, milik langit,
milik kaum muslimin yang kini kalian cabik.
Tapi tanah ini bukan tanah yang tunduk,
ia menyimpan sabar seperti Ibrahim,
dan nyala seperti Musa,
ia akan tetap berdiri, seperti Isa,
dan bersinar dalam janji Muhammad.
Tak akan lama, wahai penjajah,
sebab tanah suci tak bisa selamanya diinjak,
ia akan kembali pada yang mencintainya,
yang menjaga tiap doanya,
yang membasuhnya bukan dengan darah,
tapi dengan air mata dan harap.
Palestina, engkau tetap mulia,
meski duka datang berganti rupa.
Doa kami takkan terhenti,
hingga langit menurunkan fajar yang hakiki.
Di tanah yang dibasuh darah para syuhada,
Di bawah langit tempat para nabi berdoa,
Palestina menangis dalam senyap,
Sujudnya dipijak tanpa adab.
Tanah Palestina bukan milik penjajah durhaka,
Baitul Maqdis bukan hak tangan bercela,
Tanah suci ini bersaksi pada langit,
Tentang janji Ilahi yang tak pernah ingkar sedikit.
Kaki-kaki kotor yang membawa derita,
Menginjak Al-Quds dengan dusta dan dosa,
Mereka bak badai, merusak taman,
Tapi iman rakyatnya tak pernah padam.
Wahai Zionis, dengarlah suara langit,
Yang murka pada kezaliman yang kalian bangkit,
Bumi para nabi bukan tanah rampasan,
Ia amanah, bukan ladang penindasan.
Dari darah bayi hingga do’a para ibu,
Dari reruntuhan masjid hingga langit yang pilu,
Palestina berseru dalam diam dan doa,
“Allahu Akbar!”, gema dari bumi yang mulia.
Haram atas kalian, penjajah durjana,
Untuk mencemari tanah mulia yang penuh cahaya,
Tanah ini bukan untuk sepatu kebencian,
Ia suci, dan akan kembali dalam pembebasan,
Oleh khilafah yang sesaat lagi tegak berdiri.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1152/28/09/25 : 05.22
WIB)