MENSYUKURI KEBERKAHAN ILMU, MENGEMBAN MISI PERADABAN



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Ilmu pengetahuan (ʿilm) dalam tradisi Islam bukan sekadar kumpulan data atau teknik praktis, melainkan merupakan keberkahan spiritual dan sosial yang fundamental bagi kehidupan manusia.

 

Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah cahaya yang menuntun manusia untuk mengenal Allah, membangun peradaban yang adil, dan meraih kebahagiaan dunia–akhirat. Konsep ini berbeda dari pandangan sekuler yang memisahkan agama dan ilmu: dalam Islam, ilmu adalah bagian dari etika hidup dan ibadah.

 

Islam memposisikan ilmu sebagai sesuatu yang mulia dari awal wahyu diturunkan. Ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah Iqra’ , “Bacalah!” yang menandai urgensi belajar dan menuntut ilmu dalam Islam.

 

Selain itu, Allah SWT berfirman: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

 

Ayat-ayat ini tidak hanya menegaskan pentingnya ilmu, tetapi juga menunjukkan bahwa ilmu adalah sumber kemuliaan dan keberkahan bagi individu dan masyarakat.

 

Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa ilmu memiliki nilai pahala dan sebagai jalan menuju kehidupan yang bermakna. Banyak hadis menyatakan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim.

 

Salah satu hadis yang sering dikutip berbunyi: “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” Hadis-hadis tersebut menggambarkan ilmu bukan sekadar teknik atau keterampilan, melainkan sarana ibadah (ʿibadah) menuju hubungan yang lebih dekat dengan Allah.

 

Peradaban Islam pernah mencapai puncak kejayaannya pada Golden Age (Abad ke-8 hingga ke-14 Masehi), di mana ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Kota-kota seperti Baghdad, Cordoba, dan Kairo menjadi pusat intelektual dunia.

 

Para ilmuwan Muslim mengembangkan berbagai disiplin ilmu: (1) Matematika: Al-Khwarizmi dikenal sebagai bapak aljabar dan memperkenalkan sistem angka desimal yang kini menjadi standar dunia.  (2) Kedokteran: Ibn Sina dengan Al-Qānūn fī al-Ṭibb menjadi referensi dalam ilmu kedokteran hingga abad ke-17.

 

(3) Optik dan Eksperimen: Ibn al-Haytham menetapkan metode observasi dan eksperimen sebagai dasar pendekatan ilmiah modern. Kontribusi besar ini menjadi fondasi ilmu pengetahuan modern dan membuktikan bahwa Islam bukan hanya pendorong teologis, tetapi juga motor budaya intelektual dunia.

 

Peradaban Islam klasik tidak memisahkan ilmu dari nilai moral dan etika. Pengetahuan yang dikembangkan selalu dipadukan dengan akhlak (morality), spiritualitas, dan tujuan sosial. Islam tidak hanya mengejar kebenaran empiris, tetapi juga kebaikan universal. Dengan demikian, ilmu tidak hanya menghasilkan teknologi atau teknik, tetapi juga peradaban yang beradab, yakni masyarakat yang beretika, toleran, dan berkeadilan.

 

Syukur atas ilmu berarti menyadari nilai ilmu dan mendayagunakannya untuk kebaikan. Ilmu yang tidak diamalkan atau disalahgunakan justru meninggalkan dampak negatif. Karenanya, Islam menekankan bahwa ilmu harus bermanfaat dan beretika.

 

Syukur terhadap ilmu juga mencakup kewajiban membagikan pengetahuan yang bermanfaat kepada orang lain. Islam memandang penyebaran ilmu sebagai sedekah jariyah karena pahalanya terus mengalir meski individu sudah wafat.

 

Syukur atas ilmu tidak berhenti pada pencapaian individu, tetapi juga harus diwujudkan dalam kontribusi terhadap masyarakat dan negara. Negara modern yang maju secara ilmu pengetahuan cenderung menjadi negara yang kuat, inovatif, dan dihormati dunia. Oleh karena itu, umat Islam masa kini perlu meresapi kembali warisan keilmuan peradaban Islam dan mengaktualisasikannya dalam konteks kekinian.

 

Di era globalisasi, umat Islam menghadapi tantangan baru, seperti ketertinggalan dalam riset, inovasi teknologi, dan kemampuan berkolaborasi dalam komunitas ilmiah global. Hal ini terlihat dari rendahnya alokasi riset dan teknologi di banyak negara Islam dibandingkan dengan rata-rata dunia.

 

Namun tantangan tersebut seharusnya memotivasi kembali semangat keilmuan Islam sebagai misi peradaban untuk: (1) Mengembangkan ilmu yang relevan dengan kebutuhan zaman; (2) Memadukan ilmu dan moral; (3) Menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi umat manusia.

 

Pendidikan menjadi kunci utama dalam mengemban misi peradaban. Pendidikan Islam yang komprehensif tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga ilmu umum dan keterampilan modern, dengan dasar nilai Islam yang kuat.

 

Integrasi ilmu agama dan sains teknologi harus dipahami sebagai kesatuan mulia yang dapat membentuk insan kamil (manusia ideal) yang berpengetahuan, berakhlak, dan berkontribusi positif bagi keluarga, masyarakat, dan dunia.

 

Ilmu pengetahuan dalam Islam adalah keberkahan yang diamanahkan kepada umat manusia. Sejak wahyu pertama turun, Islam memotivasi manusia untuk berpikir, belajar, dan mencipta sebagai bentuk syukur kepada Sang Pencipta. Ilmu menjadi landasan peradaban Islam di masa lalu dan membuka peluang bagi umat Islam masa kini untuk mengemban kembali misi peradaban.

 

Mensyukuri ilmu berarti menghargai ilmu itu sendiri, mengamalkannya, dan membaginya untuk kebaikan umat manusia. Mengemban misi peradaban Islam berarti memadukan pengetahuan dengan akhlak, mengejar kemajuan tanpa mengabaikan nilai spiritual, dan menjadikan ilmu sebagai jalan untuk mewujudkan dunia yang lebih adil, bermartabat, dan berkelanjutan berlandaskan ideologi Islam.

 

Referensi :

 

Al-Attas, S. M. N. (1995). Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam. Kuala Lumpur: ISTAC.

Al-Faruqi, I. R. (1982). Islamization of Knowledge: General Principles and Work Plan. Herndon, VA: International Institute of Islamic Thought (IIIT).

Al-Ghazālī, A. Ḥ. M. (2004). Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn (Jilid 1). Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Al-Khwarizmi, M. ibn M. (1989). The Algebra of Al-Khwarizmi (Trans. F. Rosen). London: The Oriental Translation Fund.

Al-Qur’an al-Karim.

Anwar, S. (2014). Islam, Ilmu, dan Peradaban. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Ibn Khaldūn, ‘A. R. (2005). Muqaddimah Ibn Khaldūn (Terj. A. Thoha). Jakarta: Pustaka Firdaus.

Ibn Sīnā. (1999). Al-Qānūn fī al-Ṭibb. Beirut: Dār al-Fikr.

Ibn Taymiyyah, T. A. (1995). Majmū‘ al-Fatāwā (Vol. 10). Riyadh: King Fahd Complex.

Nasr, S. H. (1987). Science and Civilization in Islam. Cambridge: The Islamic Texts Society.

Nasr, S. H. (1996). Religion and the Order of Nature. New York: Oxford University Press.

Qardhawi, Y. (2000). Al-‘Ilm wa al-‘Amal fī al-Islām. Cairo: Maktabah Wahbah.

Sardar, Z. (2007). Reading the Qur’an: The Contemporary Relevance of the Sacred Text of Islam. Oxford: Oxford University Press.

Shihab, M. Q. (2007). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Vol. 1–15). Jakarta: Lentera Hati.

Suyuthi, J. al-D. (2003). Al-Jāmi‘ al-Ṣaghīr. Beirut: Dār al-Fikr.

UNESCO. (2010). Science and Technology in Islamic Civilization. Paris: UNESCO Publishing.

Zarkasyi, H. F. (2018). Worldview Islam dan Kapitalisme Barat. Jakarta: INSISTS.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1210/23/12/25 : 13.55 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad